Thursday, July 2, 2015

MAKALAH HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF PADA ZAMAN REFORMASI

PENDAHULUAN

Di masa Reformasi yang dimulai dari tumbangnya rezim autoritarian yang dipimpin oleh Soeharto, kedudukan lembaga eksekutif setara dengan lembaga pemerintahan yang lain, yaitu lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Dalam perkembangannya, lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden tidak menjadi lembaga paling kuat dalam pemerintahan, karena lembaga eksekutif diawasi oleh lembaga legislatif, masyarakat (terutama mahasiswa, ormas, LSM, dan media massa) dalam menjalankan pemerintahan, serta akan ditindaklanjuti oleh lembaga yudikatif jika terjadi pelanggaran, sesuai dengan Undang-Undang. Justru pada masa Reformasi hingga detik ini, lembaga eksekutif selalu bertindak hati-hati dalam menjalankan pemerintahan, jika tidak hati-hati dalam mengambil dan melaksanakan kebijakan, maka lembaga eksekutif akan mendapatkan tekanan dari segala kalangan, baik itu dari lembaga pemerintahan lain maupun kelompok-kelompok kepentingan (NGO), dan terutama dari mahasiswa yang semakin menyadari perannya sebagai agent of control. Rekruitmen anggota lembaga eksekutif ditetapkan berdasarkan hasil pemilu, perjanjian dengan partai koalisi maupun dengan ditunjuk oleh Presiden.




PEMBAHASAN

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF PADA ZAMAN REFORMASI
                Pada pasal 22D ayat 2 menggambarkan hubungan antara presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas rancangan undang-undang tertentu. Rancangan Undang Undang tertentu itu adalah rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD  ke DPR. Dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut kedudukan DPR dan Presiden sama kuat sesuai dengan mekanisme pembentukan undang-undang yang diatur pada pasal 20. Sementara itu kedudukan DPD lebih lemah jika dibandingkan dengan DPR dan presiden karena DPD tidak memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Rancanga Undang-Undang.

Namun pada pasal 23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara Presiden, DPR dan DPD dalam hal penetapan anggaran pendapatan belanja negara. Mekanisme penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara berawal dari Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang anggaran  pendapatan negara kepada DPR untuk dibahas bersama. Dibahas bersama maksudnya ialah dibahas oleh DPR dan presiden, yang mana DPR memperhatikan pertimbangan DPD. Apabila DPR tidak setuju rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan presiden, maka pemerintah melakukan anggaran belanja dan pendapatan negara yang tahun lalu. Sama seperti pembahasan mengenai DPD sebelumnya, yaitu kedudukan DPD sangat lemah dalam melaksanakan kewenangannya. Dalam pembahasan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh presiden. Dalam membahas rancangan undang-undang anggaran belanja negara dan pendapatan negara kedudukan terkuat ada di DPR. DPR dapat menyatakan tidak setuju terhadap rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan oleh presiden. Sebaliknya, Presiden tidak memiliki mekanisme untuk mempertahankan rancangan undang-undang anggaran pendapata dan belanja negara yang diusulkan jika DPR menolak. Satu-satunya yang dapat dijalankan oleh presiden adalah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu.

Pada pasal 23 F ayat 1 juga dijelaskan hubungan kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dimana pada pasal ini menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan presiden dalam hal pengisian anggota BPK. Mekanisme ini memperhatikan dominasi DPR atas kedua lembaga lainnya ( DPD dan Presiden). DPR memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Pasal ini juga memperhatikan kedudukan DPD yang sangat lemah dalam struktur kenegaraan Indonesia, karena seperti beberapa rumusan pasal lain yang berhubungan dengan DPD, pada pasal ini pun menggunakan rumusan “memperhatikan pertimbangan”. Sedangkan presiden tak punya weweang  sedikitpun dalam hal pemilihan anggota BPK, selain hanya melakukan tindakan administratif, yaitu meresmikan anggota BPK terpilih.

     Masa Reformasi berawal dari Pemerintahan B.J Habibie, berlanjut ke Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus dur) yang tidak berlangsung lama, Gus dur digantikan oleh wakilnya yakni Megawati Soekarno Putri. Setelah pemerintahan Megawati Soekarno Putri berakhir, Indonesia memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden ke-6 Republik Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono atau yang dikenal dengan panggilan SBY ini terpilih lagi menjadi presiden Indonesia dengan wakil presidennya Boediono, sehingga SBY menjabat selama 2 periode.

A.      Pemerintahan B.J Habibie (Kabinet Reformasi Pembangunan)
Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama DPR berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Agenda reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa yang antara lain penghapusan Dwi fungsi ABRI dan Otonomi daerah yang seluas-luasnya menjadi perhatian BJ Habibie dalam kebijakan politiknya.

Tidak hanya itu,Presiden B.J Habibie mempersiapkan pemilu karena Presiden Habibie sendiri mempersingkat masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003. Sebelum menyatakan berhenti dari jabatannya, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.

Dengan adanya UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, Pemilu pertama kali diadakan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diselenggarakan bertema pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:
1.  Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno  Putri meraih 153 kursi
2.  Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
3.  Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
4.  Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
5.  Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
6.  Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
7.  Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi
8.  Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
9.  Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi
10.    Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4 kursi

Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dimana dalam sidang umum MPR itu, Amien Rais diangkat menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggung jawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.

Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi presiden Republik Indonesia beserta Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.

B.      Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Kabinet Persatuan Nasional)
Penolakan MPR atas laporan Presiden B.J Habibie, pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara. Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus dur memiliki kebijakan-kebijakan yang kontroversial, diantaranya:
1.  Pencopotan Kapolri Jendral Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya Habibie.
2.  Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh pernyataannya bahwa Presiden bukan Pangganti TNI. Penggantinya adalah Marsekal Muda TNI Graito. Penggantian ini cukup mengagetkan karena diambilkan dari TNI AU, yang selama 32 tahun terakhir tidak pernah mndapatkan jabatan strategis di jajaran TNI.
3.   Pencopotan Wiranto sebagai Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis antara Wiranto dan Gus Dur arena Gus Dur mengijinkan dibentuknya Komisi Penyelidik Penyelanggara (KPP) HAM di Timor Timur.
4.  Mengeluarkan pengumuman tantang adanya menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional yang terlibat KKN. Pengumuman ini sangat mempengaruhi kinerja kabinet. Tampak beberapa menteri merasa sulit melakukan koordinasi di antaranya Laksamana SDukardi dan Kwik Kian Gie. Mereka kesulitan melakukan koordinasi dengan Memperindag Jusuf Kalla yang menghadapi tudingan KKN.
5.   Gus Dur menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya pada akhir Desember 1999. Gus Dur bahkan menyetujui pula pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua. Atas kebijakan yang menguntukan ini, Dewan Presidium Papua yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua (Mei-Juni 2000)dan menetapakn tanggal 1 Desember (hari berakhirnya pendudukan Belanda 1962) menjadi hari kemerdekaan Papua Barat.

Selain itu, Presiden Gus dur menjalankan kebijakannya dengan kemauan sendiri bukan berdasarkan aturan ketatanegaraan. Ini menyebabkan pro dan kontra dalam masyarakat tentang pemerintahan Presiden Gus dur yang dijalaninya. Ditengah-tengah pro dan kontra dengan sistem pemerintahan yang dijalankannya, muncullah kasus Bruneigate mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap Presiden Gus Dur semakin turun drastis. Skandal Bruneigate dan pengangkatan wakil Kapolri, Kamjen (Pol) Chaeruddin menjadi pemangku sementara jabatan kepala Polri tanpa persetujuan DPR RI telah memicu konflik antara pihak eksekutif dan legislatif.

DPR mengeluarkan Memorandum I pada tanggal 1 Februari 2001 dan disusul Momerandum II pada tanggal 30 April 2001 untuk Presiden  Gus dur sebagai tanda kekecawaan DPR terhadap Presiden Gus dur. Dengan sikap kontroversialnya, Presiden Gus dur melakukan pembubaran legislatif hasil pemilu 1999 melalui Dekrit Presiden secara sepihak dan hasilnya melanggar TAP MPR RI No. III/MPR RI/2001 sehingga Gus dur diturunkan dan Megawati menggantikan jabatan Gus dur sebagai presiden.

C.        Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (Kabinet Gotong-Royong)
Megawati Soekarno Putri menjadi presiden ke-5 Indonesia dan juga menjadi presiden wanita di Indonesia setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001. 

Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
1.  Memilih dan menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2.   Membangun tatanan politik yang baru
 Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3.  Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
4.  Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
5.   Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.

Seiring berjalannya Kabinet Gotong Royong, masyarakat kecewa pada kinerja Kabinet Gotong Royong ini. Pasalnya masyarakat menilai lambannya dalam menangai masalah yang terjadi. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah ekonomi. Masalah ekonomi ini terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dalam bidang ekonomi sehingga keputusan yang di ambil tidak berpihak kepada rakyat yang mengakibatkan krisis ekonomi dan menyebabkan jumlah pengangguran meningkat dratis, dan juga terdapat kepentingan ekonomi dan politik dibelakang pemerintahannya.
Jabatan Megawati berakhir pada tahun 2004, beliau mencalonkan kembali pada Pemilihan Umum tahun 2004 tapi pasangan Megawati – Hamzah dikalahkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla.

D.      Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta wakilnya Jusuf Kalla dilantik sebagai presiden dan wapres. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden SBY dan wapresnya JK memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Ø VISI
1.  Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2.  Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak-hak asasi manusia.
3.  Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Ø MISI
1.  Mewujudkan Indonesia yang aman damai.
2.  Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis.
3.  Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Setelah memenangkan Pemilu tahun 2004. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganut Konsep Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif). Dimana Konsep Trias Politika pada masa pemerintahan SBY mengalami perubahan progresif, dimana konsep tersebut berusaha menempatkan posisinya berdasarkan prinsip structural Sistem Politik Indonesia, yakni berdasarkan kedaulatan rakyat. Pada masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar terimplementasikan, dimana rakyat bisa memilih secara langsung calon wakil rakyat melalui Pemilu untuk memilih anggota dewan legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan elit eksekutif, sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihannya masih dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden.

Presiden SBY terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia yang ke-7 dengan wakilnya Boediono. Terpilihnya Presiden SBY untuk kedua kali itu menandakan masyarakat Indonesia sedikit puas dengan hasil kinerjanya.




PENUTUP

KESIMPULAN
Hubungan badan eksekutif dengan badan legislatif pada masa reformasi terdapat dalam UU, yaitu:
1.       pasal 22D ayat 2 menggambarkan hubungan antara presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas rancangan undang-undang tertentu
2.       pasal 23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara Presiden, DPR dan DPD dalam hal penetapan anggaran pendapatan belanja Negara.
3.       pasal 23 F ayat 1 juga dijelaskan hubungan kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dimana pada pasal ini menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan presiden dalam hal pengisian anggota BPK.
Melihat contoh hubungan badan eksekutif dengan badan legislatif di era reformasi ini melalui pemerintahan-pemerintahan yang dijalankan oleh:
1.       Pemerintahan Presiden B.J Habibie (Kabinet Reformasi Pembangunan): membuat perundang-undangan bersama DPR tentang unjuk rasa atau demontrasi (UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum)dan juga melakukan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis, sesuai dengan rancangan UU tentang Pemilu dan disetujui, maka menjadi UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Tidak hanya rancangan UU tentang Pemilu, pemerintah juga mengajukan rancangan UU tentang Partai Politik disetujui menjadi UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik dan rancangan UU tentang kedudukan MPR, DPR dan DPRD juga disetujui menjadi UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
2.       Pemerintahan Gus dur (Kabinet Persatuan Nasional): Presiden dan DPR dalam hal pengangkatan dan pemberhentian panglima TNI dan Kapolri menyebabkan terjadinya hubungan yang tidak harmonis dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang antara Presiden dengan legislatif (DPR).
3.       Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (Kabinet Gotong-Royong): dilantik menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa.
4.       Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu): badan legislatif bisa dipilih secara langsung oleh rakyat karena presiden SBY menganut Konsep Trias Politika. Dan untuk pemilihan anggota yudikatif pemilihannya masih dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden.



DAFTAR PUSTAKA

1.       Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta : Gramedia.
2.       https://andinurhasanah.wordpress.com/2012/12/31/makalah-masa-reformasi/
3.       Simanjuntak.S.H. 2003.Kabinet-Kabinet Republik Indonesia. Jakatra: PT Ikrar Mandiri Abadi
4.       Choir, Moch Abdul. 2012. Jurisprudence,Vol. 1, N o.1. Juli 2012 : 1-215. Partisipasi Legislasi Lembaga Legislatif Dan Lembaga Eksklusif Dalam Penyusunan Peraturan Daerah (Studi di Kabupaten Rembang).

5.       Nuraini, Siti. 2006. Jurnal Madani Edisi I. Hubungan Eksekutif Dan Legislatif Di Era Otonomi Daerah.