PENDAHULUAN
Di masa Reformasi yang dimulai dari tumbangnya rezim
autoritarian yang dipimpin oleh Soeharto, kedudukan lembaga eksekutif setara
dengan lembaga pemerintahan yang lain, yaitu lembaga legislatif dan lembaga
yudikatif. Dalam perkembangannya, lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden
tidak menjadi lembaga paling kuat dalam pemerintahan, karena lembaga eksekutif
diawasi oleh lembaga legislatif, masyarakat (terutama mahasiswa, ormas, LSM,
dan media massa) dalam menjalankan pemerintahan, serta akan ditindaklanjuti
oleh lembaga yudikatif jika terjadi pelanggaran, sesuai dengan Undang-Undang.
Justru pada masa Reformasi hingga detik ini, lembaga eksekutif selalu bertindak
hati-hati dalam menjalankan pemerintahan, jika tidak hati-hati dalam mengambil
dan melaksanakan kebijakan, maka lembaga eksekutif akan mendapatkan tekanan
dari segala kalangan, baik itu dari lembaga pemerintahan lain maupun
kelompok-kelompok kepentingan (NGO), dan terutama dari mahasiswa yang semakin
menyadari perannya sebagai agent of control. Rekruitmen anggota lembaga eksekutif ditetapkan
berdasarkan hasil pemilu, perjanjian dengan partai koalisi maupun dengan
ditunjuk oleh Presiden.
PEMBAHASAN
HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF PADA ZAMAN REFORMASI
Pada pasal 22D
ayat 2 menggambarkan hubungan antara presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas
rancangan undang-undang tertentu. Rancangan Undang Undang tertentu itu adalah
rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD ke DPR. Dalam
pembahasan rancangan undang-undang tersebut kedudukan DPR dan Presiden sama
kuat sesuai dengan mekanisme pembentukan undang-undang yang diatur pada pasal
20. Sementara itu kedudukan DPD lebih lemah jika dibandingkan dengan DPR dan
presiden karena DPD tidak memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atau
penolakan terhadap Rancanga Undang-Undang.
Namun pada
pasal 23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara Presiden, DPR dan DPD dalam hal
penetapan anggaran pendapatan belanja negara. Mekanisme penetapan anggaran
pendapatan dan belanja negara berawal dari Presiden mengajukan Rancangan
Undang-Undang anggaran pendapatan negara kepada DPR untuk dibahas
bersama. Dibahas bersama maksudnya ialah dibahas oleh DPR dan presiden, yang
mana DPR memperhatikan pertimbangan DPD. Apabila DPR tidak setuju rancangan
anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan presiden, maka pemerintah
melakukan anggaran belanja dan pendapatan negara yang tahun lalu. Sama seperti
pembahasan mengenai DPD sebelumnya, yaitu kedudukan DPD sangat lemah dalam
melaksanakan kewenangannya. Dalam pembahasan rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh presiden. Dalam membahas
rancangan undang-undang anggaran belanja negara dan pendapatan negara kedudukan
terkuat ada di DPR. DPR dapat menyatakan tidak setuju terhadap rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan oleh
presiden. Sebaliknya, Presiden tidak memiliki mekanisme untuk mempertahankan
rancangan undang-undang anggaran pendapata dan belanja negara yang diusulkan
jika DPR menolak. Satu-satunya yang dapat dijalankan oleh presiden adalah
menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu.
Pada pasal 23
F ayat 1 juga dijelaskan hubungan kewenangan antara lembaga eksekutif dan
legislatif dimana pada pasal ini menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan
presiden dalam hal pengisian anggota BPK. Mekanisme ini memperhatikan dominasi
DPR atas kedua lembaga lainnya ( DPD dan Presiden). DPR memilih anggota BPK
dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Pasal ini juga memperhatikan kedudukan
DPD yang sangat lemah dalam struktur kenegaraan Indonesia, karena seperti
beberapa rumusan pasal lain yang berhubungan dengan DPD, pada pasal ini pun
menggunakan rumusan “memperhatikan pertimbangan”. Sedangkan presiden tak punya
weweang sedikitpun dalam hal pemilihan anggota BPK, selain hanya
melakukan tindakan administratif, yaitu meresmikan anggota BPK terpilih.
Masa Reformasi
berawal dari Pemerintahan B.J Habibie, berlanjut ke Pemerintahan Abdurrahman
Wahid (Gus dur) yang tidak berlangsung lama, Gus dur digantikan oleh wakilnya
yakni Megawati Soekarno Putri. Setelah pemerintahan Megawati Soekarno Putri
berakhir, Indonesia memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden ke-6
Republik Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono atau yang dikenal dengan panggilan
SBY ini terpilih lagi menjadi presiden Indonesia dengan wakil presidennya
Boediono, sehingga SBY menjabat selama 2 periode.
A.
Pemerintahan B.J Habibie (Kabinet Reformasi
Pembangunan)
Presiden B.J. Habibie dilantik
menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pada masa
pemerintahan Presiden Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka
umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Untuk menjamin kepastian hukum bagi
para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama DPR berhasil merampungkan
perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi adalah UU
No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya
undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan
sistem demokrasi yang sesungguhnya. Agenda reformasi yang disuarakan oleh
mahasiswa yang antara lain penghapusan Dwi fungsi ABRI dan Otonomi daerah yang
seluas-luasnya menjadi perhatian BJ Habibie dalam kebijakan politiknya.
Tidak hanya itu,Presiden B.J Habibie
mempersiapkan pemilu karena Presiden Habibie sendiri mempersingkat masa
jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003. Sebelum menyatakan
berhenti dari jabatannya, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU
tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Setelah
RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR
dan DPR, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya
adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.
Dengan adanya UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, Pemilu pertama kali
diadakan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diselenggarakan bertema pemilu
multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada
tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR,
adalah:
1. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan
(PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno Putri meraih 153 kursi
2. Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung
meraih 120 kursi
3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan
H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
5. Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan
Amein Rais meraih 34 Kursi
6. Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril
Ihza Mahendra meraih 13 kursi
7. Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi
Ismail meraih 7 kursi
8. Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan
Manase Malo meraih 5 Kursi
9. Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron
Ma’mun meraih 5 kursi
10.
Partai
Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4
kursi
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR
dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999
diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dimana dalam sidang umum MPR
itu, Amien Rais diangkat menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR.
Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden
Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322
menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggung jawaban
itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik
Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh
fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra.
Dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi presiden Republik Indonesia
beserta Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
B.
Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Kabinet
Persatuan Nasional)
Penolakan MPR atas laporan Presiden B.J Habibie, pada tanggal 20
Oktober 1999, MPR berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid
kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara. Presiden
Abdurrahman Wahid atau Gus dur memiliki kebijakan-kebijakan yang kontroversial,
diantaranya:
1. Pencopotan
Kapolri Jendral Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya Habibie.
2. Pencopotan
Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh pernyataannya bahwa
Presiden bukan Pangganti TNI. Penggantinya adalah Marsekal Muda TNI Graito.
Penggantian ini cukup mengagetkan karena diambilkan dari TNI AU, yang selama 32
tahun terakhir tidak pernah mndapatkan jabatan strategis di jajaran TNI.
3. Pencopotan
Wiranto sebagai Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis
antara Wiranto dan Gus Dur arena Gus Dur mengijinkan dibentuknya Komisi
Penyelidik Penyelanggara (KPP) HAM di Timor Timur.
4. Mengeluarkan
pengumuman tantang adanya menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional yang
terlibat KKN. Pengumuman ini sangat mempengaruhi kinerja kabinet. Tampak
beberapa menteri merasa sulit melakukan koordinasi di antaranya Laksamana
SDukardi dan Kwik Kian Gie. Mereka kesulitan melakukan koordinasi dengan
Memperindag Jusuf Kalla yang menghadapi tudingan KKN.
5. Gus Dur menyetujui nama Papua sebagai ganti
Irian Jaya pada akhir Desember 1999. Gus Dur bahkan menyetujui pula pengibaran
bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua. Atas kebijakan yang menguntukan
ini, Dewan Presidium Papua yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay menyelenggarakan
Kongres Rakyat Papua (Mei-Juni 2000)dan menetapakn tanggal 1 Desember (hari
berakhirnya pendudukan Belanda 1962) menjadi hari kemerdekaan Papua Barat.
Selain itu, Presiden Gus dur menjalankan kebijakannya dengan kemauan
sendiri bukan berdasarkan aturan ketatanegaraan. Ini menyebabkan pro dan kontra
dalam masyarakat tentang pemerintahan Presiden Gus dur yang dijalaninya.
Ditengah-tengah pro dan kontra dengan sistem pemerintahan yang dijalankannya,
muncullah kasus Bruneigate mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap Presiden
Gus Dur semakin turun drastis. Skandal Bruneigate dan pengangkatan wakil
Kapolri, Kamjen (Pol) Chaeruddin menjadi pemangku sementara jabatan kepala
Polri tanpa persetujuan DPR RI telah memicu konflik antara pihak eksekutif dan
legislatif.
DPR mengeluarkan Memorandum I pada tanggal 1 Februari 2001 dan disusul
Momerandum II pada tanggal 30 April 2001 untuk Presiden Gus dur sebagai tanda kekecawaan DPR terhadap
Presiden Gus dur. Dengan sikap kontroversialnya, Presiden Gus dur melakukan
pembubaran legislatif hasil pemilu 1999 melalui Dekrit Presiden secara sepihak
dan hasilnya melanggar TAP MPR RI No. III/MPR RI/2001 sehingga Gus dur diturunkan
dan Megawati menggantikan jabatan Gus dur sebagai presiden.
C.
Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (Kabinet
Gotong-Royong)
Megawati
Soekarno Putri menjadi presiden ke-5 Indonesia dan juga menjadi presiden wanita
di Indonesia setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada
23 Juli 2001.
Kebijakan-kebijakan
pada masa Megawati:
1. Memilih
dan menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen
bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa
Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2. Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang
pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3. Menjaga
keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak
tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian
khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
4. Melanjutkan
amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman.
5. Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu,
pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
Seiring
berjalannya Kabinet Gotong Royong, masyarakat kecewa pada kinerja Kabinet
Gotong Royong ini. Pasalnya masyarakat menilai lambannya dalam menangai masalah
yang terjadi. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah ekonomi. Masalah
ekonomi ini terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dalam bidang ekonomi
sehingga keputusan yang di ambil tidak berpihak kepada rakyat yang
mengakibatkan krisis ekonomi dan menyebabkan jumlah pengangguran meningkat
dratis, dan juga terdapat kepentingan ekonomi dan politik dibelakang
pemerintahannya.
Jabatan
Megawati berakhir pada tahun 2004, beliau mencalonkan kembali pada Pemilihan
Umum tahun 2004 tapi pasangan Megawati – Hamzah dikalahkan oleh pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla.
D. Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta wakilnya Jusuf Kalla
dilantik sebagai presiden dan wapres. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden
SBY dan wapresnya JK memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Ø
VISI
1. Terwujudnya
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Terwujudnya
masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan
hak-hak asasi manusia.
3. Terwujudnya
perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak
serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Ø
MISI
1. Mewujudkan
Indonesia yang aman damai.
2. Mewujudkan
Indonesia yang adil dan demokratis.
3. Mewujudkan
Indonesia yang sejahtera.
Setelah memenangkan Pemilu tahun 2004. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menganut Konsep Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif). Dimana
Konsep Trias Politika pada masa pemerintahan SBY mengalami perubahan progresif,
dimana konsep tersebut berusaha menempatkan posisinya berdasarkan prinsip
structural Sistem Politik Indonesia, yakni berdasarkan kedaulatan rakyat. Pada
masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar terimplementasikan, dimana
rakyat bisa memilih secara langsung calon wakil rakyat melalui Pemilu untuk
memilih anggota dewan legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan elit eksekutif,
sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihannya masih dilakukan oleh DPR dengan
pertimbangan presiden.
Presiden SBY terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia yang
ke-7 dengan wakilnya Boediono. Terpilihnya Presiden SBY untuk kedua kali itu
menandakan masyarakat Indonesia sedikit puas dengan hasil kinerjanya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan badan eksekutif dengan badan legislatif pada masa
reformasi terdapat dalam UU, yaitu:
1.
pasal 22D ayat 2 menggambarkan hubungan antara
presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas rancangan undang-undang tertentu
2.
pasal 23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara
Presiden, DPR dan DPD dalam hal penetapan anggaran pendapatan belanja Negara.
3.
pasal 23 F ayat 1 juga dijelaskan hubungan
kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dimana pada pasal ini
menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan presiden dalam hal pengisian anggota
BPK.
Melihat contoh hubungan badan eksekutif dengan badan legislatif di
era reformasi ini melalui pemerintahan-pemerintahan yang dijalankan oleh:
1.
Pemerintahan Presiden B.J Habibie (Kabinet
Reformasi Pembangunan): membuat perundang-undangan bersama DPR tentang unjuk rasa atau
demontrasi (UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum)dan juga melakukan pemilu multipartai yang damai dan
pemilihan presiden yang demokratis, sesuai dengan rancangan UU tentang Pemilu
dan disetujui, maka menjadi UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Tidak hanya
rancangan UU tentang Pemilu, pemerintah juga mengajukan rancangan UU tentang
Partai Politik disetujui menjadi UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik dan
rancangan UU tentang kedudukan MPR, DPR dan DPRD juga disetujui menjadi UU No.
4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
2. Pemerintahan Gus dur (Kabinet Persatuan
Nasional): Presiden dan DPR dalam hal
pengangkatan dan pemberhentian panglima TNI dan Kapolri menyebabkan terjadinya
hubungan yang tidak harmonis dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang
antara Presiden dengan legislatif (DPR).
3. Pemerintahan
Megawati Soekarno Putri (Kabinet Gotong-Royong): dilantik menjadi presiden
setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa.
4. Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu): badan legislatif
bisa dipilih secara langsung oleh rakyat karena presiden SBY menganut Konsep
Trias Politika. Dan untuk pemilihan anggota yudikatif pemilihannya masih
dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiardjo,Miriam.2008.
Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta :
Gramedia.
2. https://andinurhasanah.wordpress.com/2012/12/31/makalah-masa-reformasi/
3.
Simanjuntak.S.H. 2003.Kabinet-Kabinet Republik
Indonesia. Jakatra: PT Ikrar Mandiri Abadi
4.
Choir, Moch Abdul. 2012. Jurisprudence,Vol.
1, N o.1. Juli 2012 : 1-215. Partisipasi Legislasi Lembaga Legislatif Dan
Lembaga Eksklusif Dalam Penyusunan Peraturan Daerah (Studi di Kabupaten
Rembang).
5.
Nuraini, Siti. 2006. Jurnal Madani Edisi
I. Hubungan Eksekutif Dan Legislatif Di Era Otonomi Daerah.
No comments:
Post a Comment