Thursday, January 22, 2015

MAKALAH PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM



PENDAHULUAN

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam lingkungan masyarakat Indonesia, sejak tahun 1950 hingga sekarang ternyata ada sejumlah faktor yang memainkan peranan politik secara konstan. Faktor-faktor tersebut, sering kita anggap sebagai masalah, yang antara lain pluralitas, orientasi politik, kepimpinan, demokrasi, dan pembangunan politik. Faktor-faktor diatas sangat tercemin dalam dinamika kehidupan politik, karena semuanya memang mewarnai bentuk, sifat dan penampilan sistem politik di Indonesia. Partisipasi masyarakat dalam politik ternyata lebih besar. Partisipasinya yaitu dengan cara membentuk partai politik baru. Kalau sistem kepartaian tidak diperbaharui, maka pembentukan partai baru tidak akan bermanfaat.
Suatu sistem kepartaian baru dikatakan kokoh, jika partai baru tersebut memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur politik. Sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, maksudnya adalah untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik.
Dalam 12 tahun terakhir partai politik di Indonesia memberikan pelajaran mengenai bagaimana rawannya situasi yang diakibatkan. Begitu juga dengan pemilihan umum atau yang disingkat dengan pemilu. Pemilihan umum di Indonesia hingga sekarang telah ada yang memainkan peranan dan fungsi dari pemilihan umum. Salah satu yang memainkan peran dan fungsi dari pemilihan umum adalah partai politik. Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi. Dimana sistem pemerintahan demokrasi ini kekuasaan atau kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat.


PEMBAHASAN

SEJARAH PARTAI POLITIK
Awalnya partai politik lahir dinegara-negara Eropa Barat dengan gagasan bahwa rakyat adalah fakta yang menentukan dalam proses politik. Dan partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Perkembangan partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu system politik yang demokratis yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik dinegara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam artian mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnyan adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang dinegara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik dinegara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal itu terjadi di Indonesia serta India. Dan dalam perkembangannya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama dinegara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan system demokrasi Negara.
Di Indonesia sendiri sejarah partai politik terdapat tiga masa, yaitu yang pertama pada masa penjajahan Belanda. PadaMasa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka. Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil AĆ¢€laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh. Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik - partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.

Yang kedua pada masa pendudukan Jepang, pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi), yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

Yang ketiga pada masa paska proklamasi kemerdekaan. Pada masa ini, Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin. Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965). Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI. Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2014 nanti. Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai. Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.


PENGERTIAN PARTAI POLITIK
                Adapun pengertian partai politik menurut para ahli, yaitu:
1.       Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2.       R.H. Soltou
Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3.       Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4.       Miriam Budiardjo
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang snggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

FUNGSI PARTAI POLITIK
1.       Partai politik sebagai sarana komunikasi politik.
Partai politik menyalurkan aspirasi dan pendapat dari masyarakat. Partai politik melakukan penggabungan kepentingan masyarakat dan merumuskan kepentingan kedalam bentuk yang teratur. Biasanya rumusan ini dibuat sebagai sebuah koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan di masyarakat.
2.       Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap kejadian, peristiwa, dan kebijakan politik yang terjadi ditengah masyarakat. Sosialisasi politik memproses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lain atau berikutnya. Partai politik juga berupaya menciptakan citra untuk memperjuangkan kepentingan umum.
3.       Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik.
Partai politik mengajak dan mencari orang-orang yang turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
4.       Partai politik sebagai sarana pengatur konflik.
Di masyarakat tengah terjadi berbagai perbedaan pendapat. Disini partai politik berupaya untuk mengatasi perbedaan pendapat tersebut.

TUJUAN DIBENTUKNYA PARTAI POLITIK
                Tujuan dari pembentukan partai politik ini terdapat dalam Undang-undang no. 2 tahun 2008 tentang partai politik, yaitu:
1.       Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yang dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945.
Berikut cita-cita nasional bangsa Indonesia dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 :
·         memajukan kesejahteraan umum
·         mencerdaskan kehidupan bangsa
·         ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
2.       Menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
Partai politik wajib menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, tidak hanya partai politik tapi seluruh rakyat Indonesia jika Indonesia dalam keadaan terancam maupun tidak.
3.       Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia.
4.       Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
5.       Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.       Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

KLASIFIKASI PARTAI POLITIK
                Banyak jenis dan bentuk partai politik yang hidup dan berkembang di dalam suatu kehidupan ketatanegaraan, maka klasifikasi partai politik dapat dibedakan dua macam, yaitu:
1.       Klasifikasi Partai Politik ditinjau dari Komposisi dan Fungsi Keanggotaannya.
Klasifikasi ini dikelompokkan dalam dua jenis partai politik, yaitu:
·         Partai Massa adalah suatu partai politik yang lebih mengutamakan kekuatannya berdasarkan keunggulan jumlah anggota. Oleh karena itu biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur.
·         Partai Kader adalah  suatu partai politik yang lebih mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dan anggota-anggotanya. Pemimpin partai biasanya menjaga kemurnian doktrin partai yang dianut dengan jalan mengadakan saringan calon-calon anggotanya secara ketat.
2.       Klasifikasi Partai Politik ditinjau Dari Sifat dan Orientasinya.
Klasifikasi ini dikelompokan dalam dua jenis, yaitu:
·         Partai Lindungan (Patronage Party) adalah suatu partai politik yang pada umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor. Disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Tujuan utama dari partai politik jenis ini adalah memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang dicalonkannya. Oleh sebab itu partai semacam ini hanya giat melaksanakan aktivitasnya menjelang Pemilu. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah partai demokrat dan republik di AS.
·         Partai Ideologi (Partai Asas) adalah suatu partai politik yang mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pemimpin dan berpedoman pada disiplin Partai yang kuat dan mengikat Hampir sebagian besar partai-partai politik yang ada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai partai ideologi.

UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK
                Partai politik terdapat dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2002. Berikut pasal-pasal yang bersangkutan dengan partai politik.
1.       Pasal 2 tentang pembentukan partai politik.
(1)          Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.
(2) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disertai kepengurusan tingkat nasional.
(3)          Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat:
a.       memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya
b.      mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan
c.       memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain dan
d.      mempunyai kantor tetap.
2.       Pasal 3 tentang pembentukan partai politik.
(1)          Departemen Kehakiman menerima pendaftaran pendirian partai politik yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2)          Pengesahan partai politik sebagai badan hukum dilakukan oleh Menteri Kehakiman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah penerimaan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)          Pengesahan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
3.       Pasal 4 tentang pembentukan partai politik.
Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, nama, lambang, dan tanda gambar partai politik didaftarkan ke Departemen Kehakiman.
4.       Pasal 5 tentang asas dan ciri partai politik.
(1)          Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2)          Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.
5.       Pasal 7 tentang fungsi partai politik.
Partai politik berfungsi sebagai sarana:
a.       pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadiwarga negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
b.      penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat
c.       penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara
d.      partisipasi politik warga negara dan
e.      rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
6.       Pasal 8 tentang hak partai politik.
Partai politik berhak:
a.       memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari Negara
b.      mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri
c.       memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partainya dari Departemen Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d.      ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum
e.      mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat
f.        mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
g.       mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
h.      mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7.       Pasal 9 tentang kewajiban partai politik.
Partai politik berkewajiban:
a.       mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya
b.      memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
c.       berpartisipasi dalam pembangunan nasional
d.      menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia
e.      melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik
f.        menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum
g.       melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota
h.      membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah
i.         membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik dan
j.        memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
Banyak lagi pasal-pasal yang menyangkut tentang partai politik ini dan bisa kita baca dan pahami di buku Undang-undang Republik Indonesia.

PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM
                Partai politik tentu mempunyai peran selain rakyat dalam pemilihan umum. Dinegara berkembang, pemilihan umum biasanya hanya sebagai lambang dan sebagai tolak ukur dari demokrasi itu sendiri. Hasil pemilihan umum diselenggarakan dalam keadaan atau suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat.
Meskipun begitu, pemilihan umum di era demokrasi sekarang ini tidak hanya bisa dijadikan tolak ukur semata dan juga dilengkapi dengan pengukuran kegiatan lain yang bersifat kesinambungan seperti berpartisipasi dalam kegiatan partai, dan lobbying.
                Partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Sifat dari partisipasi politik ini adalah sukarela. Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, yang mengenai partisipasi politik dijelaskan bahwa partisipasi yang bersifat mobilisasi (paksaan) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan. Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik. 

                Dalam pemilihan umum dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasi, tetapi terdapat dua prinsip dalam pemilihan umum, yakni:
1.       Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil atau yang disebut dengan Sistem Distrik).
Sistem distrik merupakan sistem pemilhan dimana negara terbagi dalam daerah-daerah bagian (distrik) pemilihan yang jumlahnya sama dengan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dikehendaki. Contoh : Negara Malaysia memerlukan anggota parlemen sebanyak 200 orang. Maka, negara itu harus dibagi dalam 200 distrik. Pada setiap distrik (daerah bagian  senat) hanya berhak 1 wakil saja.
Sistem distrik diwakili oleh satu orang dengan suara mayoritas. Oleh sebab itu, sistem ini mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari Sistem Distrik (Single-member Constituency), yaitu :
a.       Kelebihan Sistem Distrik (Single-member Constituency)
·    1 rakyat mengenal secara baik orang yang mewakili daerah (distriknya).
·    Wakil setiap distrik sangat mengenal daerah dan kepentingan rakyatnya.
·    Adanya hubungan yang erat antara wakil distrik dengan rakyatnya.
·    Wakil distrik sangat memperhatikan da memperjuangkan distriknya.
b.      Kekurangan Sistem Distrik (Single-member Constituency)
·    Suara dari peserta Pemilu yang kalah, akan hilang (bukan penggabungan dari setiap distrik).
·    Bila dalam partai besar penguasaan parlemen terdapat satu distrik yang kalah Pemilu, maka suaranya tidak terwakili.
·    Wakil rakyat yang menang dalam satu distrik lebih memperhatikan distriknya (Kadang-kaang mengabaikan kepentingan nasional).
·    Golongan minoritas kurang terwakili.

2.       Multi-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil atau yang disebut dengan Sistem Proporsional).
Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan berdasarkan persentase pada kursi parlemen yang akan dibaikan pada Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dengan kata lain, setiap Organisasi Peserta Pemilu akan memperoleh sejumlah kursi parlemen sesuai dengan jumlah suara pemilih yang diperoleh di seluruh wilayah negara.
Contoh: Kursi yang diperebutkan di parlemen adalah 250, dengan pemilih berjmlah 50 juta. Maka, setiap anggota parlemen (satu kursi mewakili20.000 pemilih. Bila diikuti oleh 4 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), misalnya dapat saa komposisi kursi parlemen sebagai berikut:
·    Partai A dengan 7 juta suara = 35 kursi.
·    Partai B dengan 5 juta suara = 25 kursi.
·    Partai C dengan 36 juta suara = 180 kursi.
·    Parai D dengan 2 juta suara = 1 kursi.
Dalam sistem ini, terbuka kemungkinan penggabungan partai kecil (berkoalisi) untuk memperoleh kursi di perwakilan rakyat. Sistem ini pun tidak lepas dari adanya kelebihan dan kekurangan, berikut ini kelebihan dan kekurangan dari Sistem Proporsional (Multi-member Constituency), yaitu:
a.       Kelebihan Sistem Proporsional (Multi-member Constituency)
·      Derajat proporsionalitas lebih merata karena semua partai dapat terwakili di parlemen.
·      Tidak ada suara yang hilang karena semua digabung secara nasional.
·      Badan Perwakilan Rakyat benar-benar menjadi wadah dan aspirasi seluruh rakyat.
b.      Kekurangan Sistem Proporsional (Multi-member Constituency)
·      Peranan pimpinan partai sangat menentukan dalam menetapkan daftar calon Badan Perwakilan Rakyat.
·      Calon-calon yang diikutsertakan dalam pemilu kurang atau tidak dikenal oleh pemilih.
·      Wakil-wakil rakyat yang duduk dipusat kurang memahami dalam memperhatikan kepentingan daerah.

PERANAN PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI PARLEMENTER (1945-1959)
                Pemilihan umum dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap tahun 1955. Pemilihan umum ini menggunakan sistem proporsional, yang dimana sistem pemilihan umum ini hanya dimengerti oleh para pemimpin negara. Pemilihan umum berlangsung secara demokrasi tanpa ada pembatasan partai politik dan pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap partai politik. Pemungutan suara pada pemilihan umum ini dilakukan dua tahap, yaitu:
1.       Tahap untuk memilih anggota DPR diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 yang diikuti 29 partai.
2.       Tahap untuk memilih anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955.
Dalam tahun pertama, anggota DPR yang umumnya orang-orang partai sudah mendapatkan pengakuan kedaulatan, orang berpendapat bahwa partai merupakan tangga ketenaran atau kenaikan kedudukan seseorang. Pada zaman ini, partai politik dipenuhi dengan suasana ketegangan politik, saling mencurigai satu sama lain yang mengakibatkan hubungan antara politisi dengan politisi lainnya tidak harmonis, itu dikarenakan mementingkan kepentingan partai politik sendiri.
                Dengan keadaan seperti itu maka Presiden Soekarno mengadakan pemilihan umum. Pemilihan umum menghasilkan 27 partai politik dan satu persorangan, dimana dengan jumlah 257 kursi. Tetapi, ada 4 partai dengan hasil suara yang menonjol yaitu Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Namun tiga partai besar yakni Masyumi, PNI, dan NU tidak kompak dalam menghadapi masalah atau persoalan, terutama dalam Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957. Alasan menolak Konsepsi Presiden adalah:
1.       Hak mengubah tata negara secara radikal ada pada Dewan Konstituante
2.       Secara prinsipial partai-partai menolak Konsepsi Presiden karena PKI masuk kedalam pemerintahan.
                Namun, hasil pemilihan umum ini membuat pergolakan-pergolakan yang terjadi di anggota DPR dan anggota Konstituante. Pergolakan-pergolakan ini menyudutkan posisi partai politik. Akhirnya Presiden membubarkan anggota Konstituante dan pada saat itu zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
                Jadi, peranan partai pada zaman Demokrasi Parlementer sudah termasuk kedalam sarana penyalur aspirasi rakyat.

PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)
                Setelah mencabut Maklumat Pemerintah November 1945, Presiden Soekarno membatasi jumlah partai menjadi 10 partai. Adapun 10 partai itu ialah PNI, Masyumi, PKI, NU, Partai Katholik, Partindo, Partai Muba, PSII, IPKI, dan Partai Islam. Lahirnya zaman demokrasi terpimpin karena gagal Dewan Konstituante merancang Undang-Undang Dasar baru, munculnya gerakan-gerakan separatism, sering berganti-ganti kabinet, munculnya persaingan dan masing-masing parpol dan lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Berikut isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1.       Pembubaran Badan Konstituante.
2.       Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3.       Pembentukan MPRS dan DPAS. 
Pada zaman demokrasi terpimpin tidak ada dilaksanakan pemilihan umum, jadi peranan partai politik dalam pemilihan umum tidak ada.

PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI PANCASILA (1965-1998)
                   Setelah berakhirnya demokrasi terpimpin, lahirlah demokrasi pancasila. Dalam seminar Angkatan Darat II berbicara tentang langkah-langkah untuk mengurang jumlah partai politik dengan menggunakan sistem distrik. Tetapi, sistem distrik dalam pemilihan umum ditolak dan digantikan dengan sistem proporsional.
                   Mulai tahun 1977 pemilihan umum diselenggarakan dengan tiga partai, yaitu Golkar, PPP, dan PDI. Golkar selalu menang dalam pemilihan umum ini. Tindakan yang menguntungkan Golkar dimuat dalam UU No. 3 Tahun 1975, bahwasanya kepengurusan partai-partai pada ibukota tingkat pusat, Dati I, dan Dati II. Ketentuan ini dikenal dengan massa mengembang.
                   Keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional tahun 1977 adalah sebuah keputusan yang senjang antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi di DPR.
                   Jadi, peranan partai politik dalam pemilihan umum pada zaman demokrasi pancasila termasuk dalam sarana sosialisasi politik.

PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI SEKARANG
                   Partai politik pada zaman demokrasi Indonesia sekarang sangatlah sama dengan partai politik dahulu. Namun demikian, partai politik sekarang mempunyai kelemahan. Kelemahan yang dimaksud adalah jika kita lihat partai politik sekarang, banyak partai-partai besar yang terus eksis di masyarakat pada saat kampanye dan pemilihan umum. Seperti contohnya PDIP menunjuk Joko Widodo atau yang kita kenal Jokowi untuk menjadi kandidat calon presiden dan beserta calon wakil presidennya yaitu Jusuf Kalla pada pemilihan umum 2014. Jokowi mendapat mandat dari Ketua Umum PDIP yaitu Megawati Soekarno Putri untuk maju sebagai calon presiden dari PDIP. Pada saat kampanye, Jokowi selalu mendatangi rakyat-rakyat yang tidak mampu seperti melihat keadaan pasar dan ke perkampungan kumuh. Aksi Jokowi tersebut dijuluki dengan “blusukan”. Ternyata dengan gaya “blusukan” khas Jokowi itu, telah menarik perhatian masyarakat Indonesia. Sehingga Joko Widodo beserta cawapresnya Jusuf Kalla yang berasal dari PDIP memenangkan pemilihan umum presiden Indonesia periode 2014.
                Jadi, peranan partai politik pada zaman demokrasi sekarang ini termasuk dalam sarana rekrutmen, komunikasi, dan sosialisasi pada masyarakat.


KESIMPULAN
Partai politik dalam pemilihan umum dari zaman ke zaman mempunyai peran yang berbeda.
Pada zaman demokrasi parlementer, partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Pada zaman demokrasi terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
Pada zaman demokrasi pancasila, partai politik berperan sebagai sarana sosialisasi politik dalam masyarakat.
Pada zaman demokrasi Indonesia sekarang, partai politik tidak hanya berperan dalam rekruitmen politik tetapi juga berperan sebagai sarana komunikasi dan bersosialisasi kepada masyarakat atas maupun bawah.
Pemilihan umum dan partai politik adalah dua hal yang saling terkait, yang mana partai politik ini adalah imbas dari adanya pemilihan umum. Di Indonesia, partai politik merupakan salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang kedaulatan ini di wujudkan dalam pemilihan umum. Karena pemilihan umum adalah salah satu bentuk demokrasi yang dianut oleh negara ini.

  
DAFTAR PUSTAKA

1.       Miriam, Budiarjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. 2008.
2.       Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.
3.       Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta. 1990.
4.       Karim, Rusli. Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: CV Rajawali. 1983.
5.       Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri. 2003
6.       http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik

2 comments:

  1. hay, nama saya try, salam kenal,.
    trimakasih sudah berbagi ilmu,.. artikelnya sangat bermanfaat..
    kalau ada waktu jangan lupa mampir di Tugas dan Materi Kuliah. Saya juga punya pembahasan mengenai politik., kalau berminat silahkan lihat Makalah Politik Pendidikan . siapa tahu bisa bermanfaat.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete