PENDAHULUAN
Berkembangnya
aspirasi-aspirasi politik baru dalam lingkungan masyarakat Indonesia, sejak
tahun 1950 hingga sekarang ternyata ada sejumlah faktor yang memainkan peranan
politik secara konstan. Faktor-faktor tersebut, sering kita anggap sebagai
masalah, yang antara lain pluralitas, orientasi politik, kepimpinan, demokrasi,
dan pembangunan politik. Faktor-faktor diatas sangat tercemin dalam dinamika
kehidupan politik, karena semuanya memang mewarnai bentuk, sifat dan penampilan
sistem politik di Indonesia. Partisipasi masyarakat dalam politik ternyata
lebih besar. Partisipasinya yaitu dengan cara membentuk partai politik baru. Kalau
sistem kepartaian tidak diperbaharui, maka pembentukan partai baru tidak akan
bermanfaat.
Suatu
sistem kepartaian baru dikatakan kokoh, jika partai baru tersebut memiliki dua
kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur politik.
Sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan
kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang
baru dimobilisasi, maksudnya adalah untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang
dihadapi oleh sistem politik.
Dalam 12
tahun terakhir partai politik di Indonesia memberikan pelajaran mengenai
bagaimana rawannya situasi yang diakibatkan. Begitu juga dengan pemilihan umum
atau yang disingkat dengan pemilu. Pemilihan umum di Indonesia hingga sekarang
telah ada yang memainkan peranan dan fungsi dari pemilihan umum. Salah satu
yang memainkan peran dan fungsi dari pemilihan umum adalah partai politik.
Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi. Dimana sistem pemerintahan
demokrasi ini kekuasaan atau kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat.
PEMBAHASAN
SEJARAH
PARTAI POLITIK
Awalnya
partai politik lahir dinegara-negara Eropa Barat dengan gagasan bahwa rakyat
adalah fakta yang menentukan dalam proses politik. Dan partai politik berperan
sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak.
Perkembangan partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu system
politik yang demokratis yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada
permulaannya peranan partai politik dinegara-negara Barat bersifat elitis dan
aristokratis, dalam artian mempertahankan kepentingan golongan bangsawan
terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut
meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain
disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan
masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat
elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan
selanjutnyan adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang
dinegara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik dinegara-negara
jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah
persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal itu terjadi di
Indonesia serta India. Dan dalam perkembangannya akhir-akhir ini partai politik
umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama dinegara-negara yang
berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan system
demokrasi Negara.
Di
Indonesia sendiri sejarah partai politik terdapat tiga masa, yaitu yang pertama
pada masa penjajahan Belanda. PadaMasa ini disebut sebagai periode pertama
lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya
partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik
yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang
berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai
Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia
merdeka. Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi
kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah
didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam
badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu
Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai
Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep
di bawah pimpinan Muhammad Yamin. Di luar dewan rakyat ada usaha untuk
mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan
rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri
dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari
partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil AĆ¢€laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang
beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia)
yang merupakan gabungan organisasi buruh. Pada tahun 1939 di Hindia
Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu
Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische
Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk
mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan
perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam
K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa
Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di
atas adalah merupakan partai politik - partai politik yang pertama kali
terbentuk di Indonesia.
Yang kedua
pada masa pendudukan Jepang, pada masa ini, semua kegiatan partai politik
dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai
Masyumi), yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.
Yang
ketiga pada masa paska proklamasi kemerdekaan. Pada masa ini, Beberapa bulan
setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan
partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan
demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu 1955 memunculkan
4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950
sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena
partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara
melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan
baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga
kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai
akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi
parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa
demokrasi terpimpin. Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik
mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai
politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang
diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali
bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir
September 1965). Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan
partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi
terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan
politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971,
Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu
NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI. Pada tahun 1973 terjadi
penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam,
yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi
Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen
Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada
tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus
berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di
Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan
sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga
pemilu 2014 nanti. Setelah merdeka, Indonesia menganut
sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki
masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3
partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi
Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI)
melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
PENGERTIAN
PARTAI POLITIK
Adapun
pengertian partai politik menurut para ahli, yaitu:
1. Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou
Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu
kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang snggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
FUNGSI
PARTAI POLITIK
1. Partai
politik sebagai sarana komunikasi politik.
Partai
politik menyalurkan aspirasi dan pendapat dari masyarakat. Partai politik
melakukan penggabungan kepentingan masyarakat dan merumuskan kepentingan
kedalam bentuk yang teratur. Biasanya rumusan ini dibuat sebagai sebuah koreksi
terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada
penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan di masyarakat.
2. Partai
politik sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai
politik memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap kejadian,
peristiwa, dan kebijakan politik yang terjadi ditengah masyarakat. Sosialisasi
politik memproses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi lain atau berikutnya. Partai politik juga berupaya menciptakan
citra untuk memperjuangkan kepentingan umum.
3. Partai
politik sebagai sarana rekrutmen politik.
Partai politik mengajak dan mencari
orang-orang yang turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
4. Partai
politik sebagai sarana pengatur konflik.
Di masyarakat tengah terjadi berbagai
perbedaan pendapat. Disini partai politik berupaya untuk mengatasi perbedaan
pendapat tersebut.
TUJUAN
DIBENTUKNYA PARTAI POLITIK
Tujuan dari
pembentukan partai politik ini terdapat dalam Undang-undang no. 2 tahun 2008
tentang partai politik, yaitu:
1. Mewujudkan
cita-cita nasional bangsa Indonesia yang dimaksud dalam pembukaan undang-undang
dasar negara republik Indonesia tahun 1945.
Berikut cita-cita nasional bangsa
Indonesia dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 :
·
memajukan kesejahteraan umum
·
mencerdaskan kehidupan bangsa
·
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan
2. Menjaga
dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
Partai politik wajib menjaga dan
memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, tidak hanya partai
politik tapi seluruh rakyat Indonesia jika Indonesia dalam keadaan terancam
maupun tidak.
3. Mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia.
4. Meningkatkan
partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintahan.
5. Memperjuangkan
cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
6. Membangun
etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
KLASIFIKASI
PARTAI POLITIK
Banyak
jenis dan bentuk partai politik yang hidup dan berkembang di dalam suatu
kehidupan ketatanegaraan, maka klasifikasi partai politik dapat dibedakan dua
macam, yaitu:
1.
Klasifikasi Partai Politik ditinjau dari Komposisi dan Fungsi
Keanggotaannya.
Klasifikasi ini dikelompokkan dalam dua jenis partai politik,
yaitu:
·
Partai Massa adalah suatu partai
politik yang lebih mengutamakan kekuatannya berdasarkan keunggulan jumlah
anggota. Oleh karena itu biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari
berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat di bawahnya dalam
memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur.
·
Partai Kader adalah suatu partai politik yang lebih mementingkan
keketatan organisasi dan disiplin kerja dan anggota-anggotanya. Pemimpin partai
biasanya menjaga kemurnian doktrin partai yang dianut dengan jalan mengadakan
saringan calon-calon anggotanya secara ketat.
2.
Klasifikasi Partai
Politik ditinjau Dari Sifat dan Orientasinya.
Klasifikasi
ini dikelompokan dalam dua jenis, yaitu:
·
Partai Lindungan (Patronage Party)
adalah suatu partai politik yang pada umumnya memiliki organisasi nasional yang
kendor. Disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan
iuran secara teratur. Tujuan utama dari partai politik jenis ini adalah
memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang dicalonkannya. Oleh sebab
itu partai semacam ini hanya giat melaksanakan aktivitasnya menjelang Pemilu.
Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah partai demokrat dan republik di AS.
·
Partai Ideologi (Partai Asas) adalah
suatu partai politik yang mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam
kebijaksanaan pemimpin dan berpedoman pada disiplin Partai yang kuat dan
mengikat Hampir sebagian besar partai-partai politik yang ada di Indonesia
dapat dikategorikan sebagai partai ideologi.
UNDANG-UNDANG
TENTANG PARTAI POLITIK
Partai
politik terdapat dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2002. Berikut pasal-pasal
yang bersangkutan dengan partai politik.
1.
Pasal 2 tentang
pembentukan partai politik.
(1) Partai
politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang
warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun
dengan akta notaris.
(2) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disertai kepengurusan
tingkat nasional.
(3) Partai
politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen
Kehakiman dengan syarat:
a.
memiliki akta
notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya
b.
mempunyai
kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi,
50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang
bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap
kabupaten/kota yang bersangkutan
c.
memiliki nama,
lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain dan
d.
mempunyai kantor
tetap.
2. Pasal 3 tentang pembentukan partai politik.
(1) Departemen
Kehakiman menerima pendaftaran pendirian partai politik yang telah memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pengesahan
partai politik sebagai badan hukum dilakukan oleh Menteri Kehakiman
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah penerimaan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengesahan
partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
3. Pasal 4 tentang pembentukan partai politik.
Dalam hal terjadi
perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, nama, lambang, dan tanda
gambar partai politik didaftarkan ke Departemen Kehakiman.
4.
Pasal 5 tentang
asas dan ciri partai politik.
(1) Asas
partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap
partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan
cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.
5.
Pasal 7 tentang
fungsi partai politik.
Partai politik berfungsi sebagai sarana:
a.
pendidikan
politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadiwarga negara Republik
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
b.
penciptaan iklim
yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk
menyejahterakan masyarakat
c.
penyerap,
penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional
dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara
d.
partisipasi
politik warga negara dan
e.
rekrutmen politik
dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan
memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
6.
Pasal 8 tentang
hak partai politik.
Partai politik berhak:
a.
memperoleh
perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari Negara
b.
mengatur dan
mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri
c.
memperoleh hak
cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partainya dari Departemen Kehakiman
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d.
ikut serta dalam
pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum
e.
mengajukan calon
untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat
f.
mengusulkan
penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
g.
mengusulkan
pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan
h.
mengusulkan
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7.
Pasal 9 tentang
kewajiban partai politik.
Partai politik berkewajiban:
a.
mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya
b.
memelihara dan
mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
c.
berpartisipasi
dalam pembangunan nasional
d.
menjunjung tinggi
supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia
e.
melakukan
pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik
f.
menyukseskan
penyelenggaraan pemilihan umum
g.
melakukan
pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota
h.
membuat
pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima,
serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah
i.
membuat laporan
keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi Pemilihan Umum setelah
diaudit oleh akuntan publik dan
j.
memiliki rekening
khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan
hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam)
bulan setelah hari pemungutan suara.
Banyak lagi pasal-pasal yang menyangkut
tentang partai politik ini dan bisa kita baca dan pahami di buku Undang-undang
Republik Indonesia.
PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM
Partai politik tentu mempunyai
peran selain rakyat dalam pemilihan umum. Dinegara berkembang, pemilihan umum
biasanya hanya sebagai lambang dan sebagai tolak ukur dari demokrasi itu
sendiri. Hasil pemilihan umum diselenggarakan dalam keadaan atau suasana keterbukaan
dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat.
Meskipun begitu,
pemilihan umum di era demokrasi sekarang ini tidak hanya bisa dijadikan tolak
ukur semata dan juga dilengkapi dengan pengukuran kegiatan lain yang bersifat
kesinambungan seperti berpartisipasi dalam kegiatan partai, dan lobbying.
Partisipasi politik adalah kegiatan
warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Sifat dari partisipasi politik ini adalah sukarela. Menurut Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice:
Political Participation in Developing Countries, yang mengenai partisipasi politik dijelaskan bahwa partisipasi yang
bersifat mobilisasi (paksaan) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi
politik. Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam
melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat
paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi
politik sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan
tindakan. Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan
partisipasi politik.
Dalam pemilihan umum dikenal
bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasi, tetapi terdapat
dua prinsip dalam pemilihan umum, yakni:
1.
Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil atau
yang disebut dengan Sistem Distrik).
Sistem distrik merupakan sistem
pemilhan dimana negara terbagi dalam daerah-daerah bagian (distrik) pemilihan
yang jumlahnya sama dengan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dikehendaki.
Contoh : Negara Malaysia memerlukan anggota parlemen sebanyak 200 orang. Maka,
negara itu harus dibagi dalam 200 distrik. Pada setiap distrik (daerah bagian
senat) hanya berhak 1 wakil saja.
Sistem distrik diwakili oleh satu
orang dengan suara mayoritas. Oleh sebab itu, sistem ini mempunyai kelebihan
sekaligus kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari Sistem
Distrik (Single-member Constituency),
yaitu :
a.
Kelebihan Sistem
Distrik (Single-member Constituency)
·
1 rakyat mengenal
secara baik orang yang mewakili daerah (distriknya).
·
Wakil setiap
distrik sangat mengenal daerah dan kepentingan rakyatnya.
·
Adanya hubungan
yang erat antara wakil distrik dengan rakyatnya.
·
Wakil distrik
sangat memperhatikan da memperjuangkan distriknya.
b.
Kekurangan Sistem
Distrik (Single-member Constituency)
·
Suara dari
peserta Pemilu yang kalah, akan hilang (bukan penggabungan dari setiap
distrik).
·
Bila dalam partai
besar penguasaan parlemen terdapat satu distrik yang kalah Pemilu, maka
suaranya tidak terwakili.
·
Wakil rakyat yang
menang dalam satu distrik lebih memperhatikan distriknya (Kadang-kaang mengabaikan
kepentingan nasional).
·
Golongan
minoritas kurang terwakili.
2.
Multi-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil
atau yang disebut dengan Sistem Proporsional).
Sistem proporsional merupakan sistem
pemilihan berdasarkan persentase pada kursi parlemen yang akan dibaikan pada
Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dengan kata lain, setiap Organisasi Peserta
Pemilu akan memperoleh sejumlah kursi parlemen sesuai dengan jumlah suara
pemilih yang diperoleh di seluruh wilayah negara.
Contoh: Kursi yang diperebutkan di
parlemen adalah 250, dengan pemilih berjmlah 50 juta. Maka, setiap anggota
parlemen (satu kursi mewakili20.000 pemilih. Bila diikuti oleh 4 Organisasi
Peserta Pemilu (OPP), misalnya dapat saa komposisi kursi parlemen sebagai
berikut:
·
Partai A dengan 7
juta suara = 35 kursi.
·
Partai B dengan 5
juta suara = 25 kursi.
·
Partai C dengan
36 juta suara = 180 kursi.
·
Parai D dengan 2
juta suara = 1 kursi.
Dalam sistem ini, terbuka kemungkinan
penggabungan partai kecil (berkoalisi) untuk memperoleh kursi di perwakilan
rakyat. Sistem ini pun tidak lepas dari adanya kelebihan dan kekurangan,
berikut ini kelebihan dan kekurangan dari Sistem Proporsional (Multi-member Constituency), yaitu:
a.
Kelebihan Sistem Proporsional
(Multi-member Constituency)
·
Derajat proporsionalitas lebih merata karena
semua partai dapat terwakili di parlemen.
·
Tidak ada suara yang hilang karena semua
digabung secara nasional.
·
Badan Perwakilan Rakyat benar-benar menjadi
wadah dan aspirasi seluruh rakyat.
b.
Kekurangan Sistem Proporsional
(Multi-member Constituency)
·
Peranan pimpinan partai sangat menentukan
dalam menetapkan daftar calon Badan Perwakilan Rakyat.
·
Calon-calon yang diikutsertakan dalam pemilu
kurang atau tidak dikenal oleh pemilih.
·
Wakil-wakil rakyat yang duduk dipusat kurang
memahami dalam memperhatikan kepentingan daerah.
PERANAN PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILIHAN
UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI PARLEMENTER (1945-1959)
Pemilihan umum dilaksanakan pada masa kabinet
Burhanudin Harahap tahun 1955. Pemilihan umum ini menggunakan sistem
proporsional, yang dimana sistem pemilihan umum ini hanya dimengerti oleh para
pemimpin negara. Pemilihan umum berlangsung secara demokrasi tanpa ada
pembatasan partai politik dan pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap partai
politik. Pemungutan suara pada pemilihan umum ini dilakukan dua tahap, yaitu:
1.
Tahap untuk
memilih anggota DPR diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 yang diikuti
29 partai.
2.
Tahap untuk
memilih anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955.
Dalam tahun pertama, anggota DPR yang
umumnya orang-orang partai sudah mendapatkan pengakuan kedaulatan, orang
berpendapat bahwa partai merupakan tangga ketenaran atau kenaikan kedudukan
seseorang. Pada zaman ini, partai politik dipenuhi dengan suasana ketegangan
politik, saling mencurigai satu sama lain yang mengakibatkan hubungan antara
politisi dengan politisi lainnya tidak harmonis, itu dikarenakan mementingkan
kepentingan partai politik sendiri.
Dengan keadaan seperti itu maka Presiden
Soekarno mengadakan pemilihan umum. Pemilihan umum menghasilkan 27 partai
politik dan satu persorangan, dimana dengan jumlah 257 kursi. Tetapi, ada 4
partai dengan hasil suara yang menonjol yaitu Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Namun
tiga partai besar yakni Masyumi, PNI, dan NU tidak kompak dalam menghadapi
masalah atau persoalan, terutama dalam Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari
1957. Alasan menolak Konsepsi Presiden adalah:
1.
Hak mengubah tata
negara secara radikal ada pada Dewan Konstituante
2.
Secara prinsipial
partai-partai menolak Konsepsi Presiden karena PKI masuk kedalam pemerintahan.
Namun, hasil pemilihan umum ini
membuat pergolakan-pergolakan yang terjadi di anggota DPR dan anggota
Konstituante. Pergolakan-pergolakan ini menyudutkan posisi partai politik.
Akhirnya Presiden membubarkan anggota Konstituante dan pada saat itu zaman
Demokrasi Parlementer berakhir.
Jadi, peranan partai pada zaman
Demokrasi Parlementer sudah termasuk kedalam sarana penyalur aspirasi rakyat.
PERANAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM
PADA ZAMAN DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)
Setelah mencabut Maklumat
Pemerintah November 1945, Presiden Soekarno membatasi jumlah partai menjadi 10
partai. Adapun 10 partai itu ialah PNI, Masyumi, PKI, NU, Partai Katholik,
Partindo, Partai Muba, PSII, IPKI, dan Partai Islam. Lahirnya zaman demokrasi
terpimpin karena gagal Dewan Konstituante merancang Undang-Undang Dasar baru, munculnya
gerakan-gerakan separatism, sering berganti-ganti kabinet, munculnya persaingan dan masing-masing
parpol dan lahirnya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Berikut isi
Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1. Pembubaran Badan
Konstituante.
2. Berlakunya kembali
UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan
DPAS.
Pada zaman demokrasi terpimpin tidak ada
dilaksanakan pemilihan umum, jadi peranan partai politik dalam pemilihan umum
tidak ada.
PERANAN PARTAI
POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI PANCASILA (1965-1998)
Setelah
berakhirnya demokrasi terpimpin, lahirlah demokrasi pancasila. Dalam seminar
Angkatan Darat II berbicara tentang langkah-langkah untuk mengurang jumlah
partai politik dengan menggunakan sistem distrik. Tetapi, sistem distrik dalam
pemilihan umum ditolak dan digantikan dengan sistem proporsional.
Mulai
tahun 1977 pemilihan umum diselenggarakan dengan tiga partai, yaitu Golkar,
PPP, dan PDI. Golkar selalu menang dalam pemilihan umum ini. Tindakan yang
menguntungkan Golkar dimuat dalam UU No. 3 Tahun 1975, bahwasanya kepengurusan
partai-partai pada ibukota tingkat pusat, Dati I, dan Dati II. Ketentuan ini
dikenal dengan massa mengembang.
Keputusan
untuk tetap menggunakan sistem proporsional tahun 1977 adalah sebuah keputusan
yang senjang antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi di DPR.
Jadi,
peranan partai politik dalam pemilihan umum pada zaman demokrasi pancasila
termasuk dalam sarana sosialisasi politik.
PERANAN PARTAI
POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM PADA ZAMAN DEMOKRASI SEKARANG
Partai
politik pada zaman demokrasi Indonesia sekarang sangatlah sama dengan partai
politik dahulu. Namun demikian, partai politik sekarang mempunyai kelemahan.
Kelemahan yang dimaksud adalah jika kita lihat partai politik sekarang, banyak
partai-partai besar yang terus eksis di masyarakat pada saat kampanye dan
pemilihan umum. Seperti contohnya PDIP menunjuk Joko Widodo atau yang kita
kenal Jokowi untuk menjadi kandidat calon presiden dan beserta calon wakil
presidennya yaitu Jusuf Kalla pada pemilihan umum 2014. Jokowi mendapat mandat
dari Ketua Umum PDIP yaitu Megawati Soekarno Putri untuk maju sebagai calon
presiden dari PDIP. Pada saat kampanye, Jokowi selalu mendatangi rakyat-rakyat
yang tidak mampu seperti melihat keadaan pasar dan ke perkampungan kumuh. Aksi
Jokowi tersebut dijuluki dengan “blusukan”. Ternyata dengan gaya “blusukan”
khas Jokowi itu, telah menarik perhatian masyarakat Indonesia. Sehingga Joko
Widodo beserta cawapresnya Jusuf Kalla yang berasal dari PDIP memenangkan
pemilihan umum presiden Indonesia periode 2014.
Jadi, peranan partai politik
pada zaman demokrasi sekarang ini termasuk dalam sarana rekrutmen, komunikasi,
dan sosialisasi pada masyarakat.
KESIMPULAN
Partai politik
dalam pemilihan umum dari zaman ke zaman mempunyai peran yang berbeda.
Pada zaman
demokrasi parlementer, partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi
rakyat.
Pada zaman
demokrasi terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
Pada zaman
demokrasi pancasila, partai politik berperan sebagai sarana sosialisasi politik
dalam masyarakat.
Pada zaman
demokrasi Indonesia sekarang, partai politik tidak hanya berperan dalam
rekruitmen politik tetapi juga berperan sebagai sarana komunikasi dan
bersosialisasi kepada masyarakat atas maupun bawah.
Pemilihan umum dan partai
politik adalah dua hal yang saling terkait, yang mana partai politik ini adalah
imbas dari adanya pemilihan umum. Di Indonesia, partai politik merupakan salah
satu bentuk kedaulatan rakyat yang kedaulatan ini di wujudkan dalam pemilihan
umum. Karena pemilihan umum adalah salah satu bentuk demokrasi yang dianut oleh
negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Miriam, Budiarjo. Dasar-dasar Ilmu
Politik. Jakarta: Gramedia. 2008.
2.
Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan
Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2008.
3.
Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
Jakarta: Rineka Cipta. 1990.
4.
Karim, Rusli.
Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: CV Rajawali. 1983.
5.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Jakarta: CV Novindo Pustaka
Mandiri. 2003
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik
hay, nama saya try, salam kenal,.
ReplyDeletetrimakasih sudah berbagi ilmu,.. artikelnya sangat bermanfaat..
kalau ada waktu jangan lupa mampir di Tugas dan Materi Kuliah. Saya juga punya pembahasan mengenai politik., kalau berminat silahkan lihat Makalah Politik Pendidikan . siapa tahu bisa bermanfaat.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete