Timur tengah merupakan kawasan labil
yang selalu bergejolak dan tidak pernah lepas dari konflik. Baik konflik
intrastate maupun konflik interstate. Konflik intrastate terjadi antara Negara
Irak dengan Suriah yang lama kelamaan menjadi konflik regional yang begitu
kompleks. Sedangkan konflik interstate ini terjadi masih diantara negara Irak
dan Suriah yang membawa babak baru dalam sejarah konflik di kawasan. Konflik
Irak-Suriah yang berkepanjangan dan lambannya solusi penanganan untuk mengatasi
konflik ini, masyarakat internasional dikejutkan dengan deklarasi berdirinya
negara Islam Irak dan Suriah (Daulah Islamiyah fil Iraq wa Syam/Islamic State
of Irak and Syiria) pada tanggal 29 Juni 2014.
Melihat kembali apa penyebab
terjadinya konflik di Suriah, dikarenakan kekecewaan besar dan penindasan rezim
yang berkuasa terhadap rakyatnya sendiri, maka timbulah perlawanan dari rakyat
dan akhirnya menjadi perlawanan dan perjuangan secara sistematis untuk
mengakhiri rezim Bashar al-Assad. Perlawanan rakyat Suriah untuk menjatuhkan
rezim Bashar al-Assad yang dianggap rezim diktaktor menyebabkan gelombang Arab
Spring, dimana negara-negara di Arab seperti Tunisia, Mesir dan Libya juga melakukan
perlawanan guna menjatuhkan kediktatoran-kediktatoran presiden mereka. Untuk
meredam pemberontakan rakyat Suriah, pemerintah Suriah menggunakan senjata
kimia guna meredamkan pemberontakan. Akibat penggunaan senjata kimia banyak
rakyat Suriah yang luka-luka bahkan tewas.
PBB selaku organisasi internasional
dalam melaksanakan dan memelihara perdamaian dunia, melihat apa dilakukan
pemerintah Suriah termasuk kejahatan berat HAM dan melanggar hukum kemanusiaan
internasional. Hukum kemanusiaan internasional/hukum humaniter merupakan
seperangkat aturan yang membatasi penggunaan senjata dan cara berperang. Hukum
humaniter muncul untuk melindungi orang yang tidak atau tidak lagi ikut serta
dalam pertikaian, sehingga bertujuan melindungi martabat manusia dan membatasi
penderitaan di masa perang.
Terjadinya krisis kemanusiaan di
Suriah membuat Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi terkait krisis kemanusian
di Suriah. Resolusi Nomor 2139 menuntut semua pihak, khususnya pihak berwenang
Suriah, segera memberikan akses kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan
bagi badan-badan kemanusiaan PBB dan mitra pelaksana mereka, termasuk lintas
garis konflik dan lintas batas untuk memastikan bantuan kemanusiaan dapat
mencapai orang yang membutuhkan melalui rute tercepat. Juga Dewan Keamanan PBB
membentuk sebuah badan untuk menanggapi konflik di Suriah yang bernama United
Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS) tahun 2012.
Konflik internal yang terjadi di
Suriah menyebabkan kondisi keamanan dan politik kacau sehingga membangkitkan
kelompok terorisme yang kini menjadi perhatian dunia internasional. Selain
factor konflik internal yang terjadi di Suriah, adanya invansi Amerika Serikat
ke Irak tahun 2003. Alasan utama Amerika Serikat melakukan invansi ke Irak
dalam rangka mencari senjata pemusnah massal di Irak. Tahun 2003 rezim Saddam
Husein mengalami kemunduran sehingga pada saat itu Irak mengalami situasi chaos
dan vacuum of power. Kedua factor tersebut yang
melatarbelakangi berdirinya ISIS.
ISIS merupakan salah satu
kelompok/organisasi teroris yang menggunakan kemajuan tekonlogi seperti
facebook, youtube, twitter dalam menjalankan misinya. Semenjak ISIS
mendeklarasikan dirinya, ada beberapa negara yang langsung merespon, contohnya
Inggris dan Austalia menyatakan ISIS merupakan sebuah kelompok teroris.
Sedangkan PBB menyatakan ISIS sebagai organisasi teroris pada 18 Oktober 2004
ketika masih tergabung dalam kelompok Al-Qaida Irak.
Organisasi ini memiliki empat faham
ideologi sekaligus, masing-masing yaitu Islamism Sunni (Sunni Islam), Salafist
Jihadism (Jihad Salafiah), Worldwide Caliphate (Kekalifahan Islam
Internasional) dan Anti Shiaism (Anti Mazab Syiah). Dari sisi kepemimpinannya,
ISIS tidak lepas dari peranan tiga tokoh pemimpin, yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi,
Abu Oemar al-Shisani dan Abu Mohammad al-Adnani.
ISIS telah melakukan tindakan genosida
dengan menyiksa dan membunuh besar-besaran masyarakat Suriah dan sekitarnya,
membom dan menghancurkan rumah-rumah rakyat sipil, bangunan pemerintahan dan
infrastruktur di Suriah dan sekitarnya. Tindakan-tindakan represif yang
dilakukan ISIS guna upaya mereka untuk mewujudkan Negara Islam. Dimana tindakan
tersebut termasuk melanggar hukum kemanusiaan internasional dan dikecam oleh
semua masyarakat internasional dan PBB selaku organisasi internasional yang memelihara
perdamaian dan keamanan dunia. Organisasi internasional didefinisikan sebagai
suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan
antara anggota-anggota (pemerintah dan non-pemerintah) dari dua atau lebih
negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para
anggotanya.
Menurut Clive Archer, peranan
organisasi internasional dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Sebagai instrumen. Organisasi
internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan
tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
2. Sebagai arena. Organisasi
internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk
membicarakan dan membahas masalah-masalah yang di hadapi. Tidak jarang
organisasi internasional di gunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat
masalah dalam negerinya, ataupun masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan
untuk mendapatkan perhatian internasional.
Memelihara perdamaian dan keamanan
dunia merupakan tugas utama dari Dewan Keamanan PBB, karena 6 organ PBB yaitu
Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian,
Mahkamah Internasional dan Sekretariat mempunyai tugas masing-masing agar
tercapainya tujuan-tujuan PBB dalam Piagam PBB. Untuk masalah ISIS yang dewasa
ini menjadi ancaman perdamaian dan keamanan seluruh Negara di dunia maka Dewan
Keamanan-lah yang bertugas untuk mengatasi masalah ini.
Dewan Keamanan PBB, yaitu memelihara
perdamaian dan keamanan Internasional, yang dilakukan dengan dua cara: yang
pertama adalah penyelesaian secara damai sengketa-sengketa internasional yang
dipandang mengancam perdamaian dan keamanan internasional, dan yang kedua
(yaitu jika cara pertama dianggap gagal atau tidak memadai) adalah dengan
tindakan pemaksaan.
Di bawah Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa, fungsi dan wewenang Dewan Keamanan ialah sebagai berikut:
1.
Untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip
tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2.
Untuk
menyelidiki setiap sengketa atau situasi yang mungkin menyebabkan konflik
internasional.
3.
Untuk
merekomendasikan metode penyelesaian konflik tersebut atau ketentuan penyelesaiannya.
4.
Untuk
merumuskan rencana pembentukan sistem dalam mengatur persenjataan.
5.
Untuk
menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan untuk
merekomendasikan tindakan apa yang harus dilakukan.
6.
Untuk
memanggil anggota untuk menerapkan sanksi ekonomi atau tindakan lain yang tidak
melibatkan penggunaan kekuatan untuk mencegah atau mnghentikan agresi.
7.
Untuk
mengambil tindakan militer terhadap agresor.
8.
Untuk
merekomendasikan penerimaan anggota baru.
9.
Untuk
melaksanakan fungsi perwalian PBB di “kawasan strategis”.
10. Untuk merekomendasikan kepada Majelis
Umum mengenai pengangkatan Sekretaris Jendral dan bersama-sama dengan Majelis,
untuk memilih Hakim Mahkamah Internasional.
Tugas Dewan Keamanan PBB tergolong
tugas eksekutif, tetapi tugas itu terutama terbatas pada bidang penanganan
perdamaian, keamanan dan persenjataan karena Dewan Keamanan PBB mengusahakan
menyelesaikan sengketa/konflik dengan secara damai. Begitu juga dengan
penyelesaian masalah ISIS di Suriah, DK PBB berusaha tidak menggunakan
kekerasan atau militer. DK PBB terdiri dari lima Negara yang menang perang
dunia, yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, dan Inggris memiliki hak
veto akan keputusan atas perundingan-perundingan dengan Negara-negara anggota
PBB. Hak veto adalah hak istimewa yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dalam perspektif liberalisme, aktor
dalam hubungan antarnegara bukan hanya sebatas negara, namun liberalisme juga
menganggap pentingnya keberadaan aktor lain seperti aktor non-negara dalam
proses hubungan antarnegara. Jadi PBB yang menjadi aktor non-negara menurut
liberalism dapat memproses suatu konflik seperti ISIS dan dapat menjadi
penghubung atau wadah Negara-negara yang menginginkan kasus ISIS di Suriah
diselesaikan. Liberalism sebagai suatu perspektif berawal dari John Locke di
abad ke tujuh belas yang melihat perkembangan negara-negara dalam menjamin
kebebasan tiap individu. Namun, apabila dipandang
sebagai perspektif keilmuan, liberalisme baru muncul pada awal abad kedua
puluh, sebagai adanya rasa trauma atas terjadinya perang dunia. Liberalism
menurut Immanuel Kant berdasarkan bukunya yaitu Perpetual Peace mengatakan:
The
law of reason dictated categorical imperatives, the most important of which was
the obligation to treat others as “ends” and never only as ”means”. Kant
developed what amounted to a nearly vision of world government. In his
view,morality and reason combined to dictate that there should be no war,the
future of human kind being based on the prospect of “universal and lasting
peace”.
Ada tiga asumsi dasar liberalism,
yaitu yang pertama memandang positif tentang sifat manusia, yang kedua
keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada
konfliktual, dan yang ketiga percaya terhadap kemajuan. Ada empat macam aliran
liberalism:
1.
Liberalism
sosiologis, berpandangan bahwa:
·
Hubungan
Internasional tidak hanya mempelajari hubungan antar pemerintah saja; tetapi
juga mempelajari hubungan antara individu, kelompok dan masyarakat swasta.
·
Hubungan
antara rakyat bersifat lebih kooperatif dibandingkan dengan hubungan antara
pemerintah.
·
Dunia
dengan jumlah jaringan transnasional yang besar akan menjadi lebih damai.
2.
Liberalism
interdependensi, berpandangan bahwa:
·
Modernisasi
meningkatkan tingkat interdependensi di antara negara-negara.
·
Aktor-aktor
transnasional semakin memiliki peran penting.
·
Kekuatan
militer adalah instrumen yang kurang berguna.
·
Kesejahteraan
adalah tujuan dominan negara-negara; bukan Keamanan.
·
“Interdependensi kompleks” menunjukkan suatu
dunia hubungan internasional yang lebih damai.
3.
Liberalism
institusional, berpandangan bahwa:
·
Institusi
internasional memajukan kerjasama di antara negara-negara.
·
Institusi
mengurangi masalah yang berkenaan dengan ketiadaan kepercayaan antara
negara-negara dan mereka mengurangi ketakutan nagara satu sama lainnya.
4.
Liberalism
republican, berpandangan bahwa:
·
Negara-negara
demokrasi tidak berperang terhadap satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan
oleh adanya budaya panyelesaian konflik secara damai, nilai-nilai moral
bersama, dan hubungan kerjasama ekonomi dan interdependensinya yang saling
menguntungkan.
Liberalism memandang
Institusi atau organisasi internasional:
1.
Liberalisme
percaya bahwa sistem ianternasional, mampu dikelola dengan baik melalui
organisasi internasional sehingga sistem politik global akan tetap damai.
2.
Institusi/organisasi
internasional sebagai alat pengikat baik pihak lain maupun diri sendiri.
Kendati tidak ada satu negara yang mengakui bahwa institusi dapat mengikat
secara penuh, tetapi dengan berbagai mekanisme agreement, para aktor akan mampu memecahkan prisoner’s dilemma yang ada.
3.
Institusi
sebagai alat inovatif, yang dapat dijadikan alat delegasi oleh negara untuk
menyelesaikan berbagai macam persengketaan, menyelesaikan krisis.
4.
Institusi
sebagai alat atau penyebab perubahan melalui hasil-hasil yang dikeluarkannya.
Bagi neo-liberalis, ketika institusi kuat, ada keteraturan dan anarki dapat
ditekan, sebaliknya ketika institusi lemah, akan ada ketidakteraturan dimana
kelahiran produk politik merupakan dampak dari anarki.
Keadaan di Suriah yang kita ketahui
sangat mengkhawatikan atau sudah masuk keadaan kritis akibat perang yang
terjadi dengan Irak dan keadaan sistem pemerintahan di Suriah yang sedang
bergejolak karena rakyat Suriah menginginkan rezim Bashar Assad turun ditambah
lagi dengan adanya kelompok separatis yang melakukan tindakan genosida terhadap
rakyat Suriah dan sekitarnya. Suriah banyak mengalami kerugian, karena banyak rumah-rumah
penduduk, fasilitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang hancur. Bahkan
kerugian moril yang dirasakan rakyat Suriah akibat perang tersebut.
Perang menurut Scott Burchill, adalah:
“War
was the outcome of minority rule, though Kant was no champion of democratic
government. liberal states, founded on individual rights such as equality
before the law, free speech and civil liberty, respect for private property and
representative government, would not have the same appetite for conflict and
war. peace was fundamentally a question of establishing legitimate domestic
orders throughout the world”.
Peran PBB sendiri dalam menangani
kasus ISIS di Suriah telah banyak, seperti:
1.
PBB
telah memberikan memberikan bantuan kemanusiaan korban ISIS.
2.
PBB
meminta bantuan Indonesia untuk mengirimkan pasukan garuda ke Suriah. Pasukan
Garuda ini disebut sebagai pasukan Peacekeeper.
3.
Pasukan
Peacekeeper (dibawah naungan PBB) melakukan operasi militer di Irak dan Suriah.
4.
Mengeluarkan
dan menyetujui resolusi-resolusi terkait kasus ISIS, seperti PBB mengeluarkan
resolusi dengan no. 2254, dimana Dewan Keamanan PBB menyerukan bahwa gencatan
senjata dengan memberikan pengarahan tentara dengan cara memantau gencatan
senjata oleh Sekjen PBB Ban Ki-Moon. Juga tidak melibatkan kelompok teroris
yang terlibat dan DK PBB menyatakan bahwa pemerintah Suriah transisi harus yang
kredibel, inklusif dan non-sektarian.
5.
PBB
membuat Responsibility to Protect
(R2P) untuk menghentikan menghentikan tindakan kelompok separatis
tersebut. R2P adalah sebuah prinsip atau norma keamanan
internasional yang dibentuk oleh anggota-anggota PBB pada tahun 2005 bertujuan
untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis dan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap negara
memiliki tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya
dari empat jenis kejahatan tersebut. Selain itu, komunitas internasional juga
mempunyai tanggung jawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi tugasnya
tersebut.
6.
PBB
menghimbau masyarakat internasional untuk ikut serta dalam memperangi kelompok
radikal di Suriah.
7.
PBB
melarang penggunaan senjata kimia (Resolusi 2118) karena kelompok radikal ISIS
maupun pemerintahan Suriah telah menggunakan senjata kimia dimana mereka telah
melanggar Hukum Humaniter
Internasional Kebiasaan (HHIK) dan juga Konvensi Den Haag IV 1907. Aturan 70
dan Aturan 71 HHIK memberikan pengaturan mengenai prinsip umum dalam penggunaan
senjata. Sedangkan Pasal 23 Konvensi Den Haag IV 1907 menentukan secara khusus
pelarangan untuk menggunakan racun atau senjata beracun, penggunaan senjata,
proyektil atau bahan-bahan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu.
Mahkamah Internasional menegaskan bahwa aturan-aturan dasar yang berasal dari
Pasal 22 dan Pasal 23 Konvensi Den Haag IV 1907 mengikat semua negara baik
negara yang telah meratifikasi maupun yang belum, sebab konvensi tersebut
merupakan asas adat internasional yang tak terkompromikan.
Liberalism berpandangan bahwa PBB
sebagai key actors: organisasi internasional yang menjadi wadah untuk menjaga
perdamaian dunia. Sebagaimana yang sudah tercantum dari visi dan misi PBB,
yaitu memelihara dan melaksanakan perdamaian dan keamanan dunia. Liberalism memandang
positif mengenai peranan organisasi internasional di dunia, begitu juga dengan
PBB, kaum liberal memandang positif PBB dikarenakan peran PBB mampu dalam menangani kasus ISIS di
Suriah dan juga PBB merupakan alat untuk mencapai kepentingan bersama. Liberalism
berpandangan bahwa Negara-negara yang bergabung dalam PBB merupakan key actors
dalam hubungan internasional. Negara-negara anggota PBB juga dapat menyuarakan
atau nmelibatkan diri dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Meskipun
Negara-negara tersebut memiliki kepentingan nasional atau national interest
masing-masing.
Kaum liberal percaya bahwa dengan
bekerjasama akan menyelesaikan sengketa atau konflik seperti yang dilakukan PBB
untuk menyelesaikan atau menangani kasus ISIS di Suriah. Dengan bekerjasama
akan mampu menciptakan tujuan bersama seperti mampu mencapai
kepentigan-kepentingan kolektif, mampu berkolaborasi dengan pengaturan
prisioner’s dilemma, memecahkan masalah yang terkoordinasi. Kerjasama yang
dilakukan PBB dengan anggota-anggotanya ialah dengan membuat dan menyetujui
resolusi-resolusi untuk masalah ISIS di Suriah, contohnya resolusi no. 2254
yang disebutkan diatas. Mengirimkan pasukan-pasukan Peacekeeper dari
anggota-anggotanya, contohnya PBB meminta Indonesia untuk mengirimkan pasukan
garuda ke Suriah. Pasukan-pasukan Peacekeeper melakukan operasi militer
terhadap ISIS di Irak dan Suriah dan juga PBB memberikan bantuan kemanusian ke
Suriah dan sekitarnya. PBB sebisa mungkin menangani kasus ISIS di Suriah secara
damai dengan cara berdiplomasi dengan pemerintah Suriah dan Irak, PBB
menghimbau kedua Negara tersebut juga ikut serta dalam menangani masalah ISIS
yang membuat Negara mereka hancur dan PBB sebisa mungkin tidak menggunakan
tindakan kekerasan/militer agar tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan
yang massive. Dengan berdiplomasi,
liberalism percaya bahwa akan mendapatkan solusi yang positive sum game.
SIMPULAN
PBB terutama Dewan Keamanan PBB sangat
berperan pernting dalam menangani kasus ISIS di Suriah. ISIS merupakan kelompok
radikal yang menjadi ancaman bagi seluruh Negara di dunia. Liberalism memandang
positif PBB karena sebagai key actors dan
wadah bagi Negara-negara yang menginginkan perdamaian di dunia ini. Kaum
liberalism memandang PBB dapat menyelesaikan masalah ISIS di Suriah ini dengan
cara bekerjasama dengan Negara-negara anggotanya.
Dengan bekerjasama akan mampu
menciptakan tujuan bersama seperti mampu mencapai kepentigan-kepentingan
kolektif, mampu berkolaborasi dengan pengaturan prisioner’s dilemma, memecahkan
masalah yang terkoordinasi. Contoh kerjasama PBB dengan Negara-negara
anggotanya ialah membuat dan menyetujui resolusi no. 2254 dan 2118 yang
disebutkan diatas, mengirim bantuan kemanusiaan, mengirim pasukan Peacekeeper, membuat Responsibility to Protect (R2P).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mulyana,
Yan. Dkk. 2016. “Power ISIS”. Bandung: UNPAD Press.
2.
Darmayadi,
Andrias. Dkk. 2015. “Mengenal Studi Hubungan Internasional”. Bandung: Zavara.
3.
http://www.antaranews.com/berita/420540/pbb-setujui-resolusi-bantuan-untuk-suriah diakses pada 02 April 2017
4.
Mega
Herlambang, Benedictus. 2015. “Peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Untuk Menghentikan Kejahatan Perang Yang Dilakukan Para Pihak Yang Bertikai
Dalam Konflik Bersenjata di Suriah”. Jurnal Ilmu Hukum. Yogyakarta: Fakultas
Hukum.
5.
Mulyana.
Op. cit. hal: 15.
6.
Mulyana.
Op. cit.
7.
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-24179084 diakses pada 04 April 2017.
8.
Clive
Archer. 1983. International Organizations.
9.
D.W
Bowett. 1991. “Hukum Organisasi Internasional”. Jakarta: Sinar Grafika.
10. http://www.un.org/en/sc/about/functions.shtml
diakses pada 15 April 2017.
11. Jackson, R., &. Sorensen, G.
(1999) Introduction to International Relations, Oxford University Press.
12. Dewi Triwahyuni. 2017. Liberalism.
Materi Kuliah Teori Hubungan Internasional.
13. Burchill, S. Linklater, A, dkk. 2009.
Theories Of IR: Fourth Edition. Palgrave Macmillan. Basingstoke.
14. http://www.responsibilitytoprotect.org/R2P_basic_info_Bahasa.pdf diakses pada 19 April 2017.
15. Malcolm N. Shaw QC. 2013.
“International Law”
Mega Herlambang, Benedictus. 2015. “Peran Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Menghentikan Kejahatan Perang Yang
Dilakukan Para Pihak Yang Bertikai Dalam Konflik Bersenjata di Suriah”. Jurnal
Ilmu Hukum. Yogyakarta: Fakultas Hukum.