Monday, June 12, 2017

PERSPEKTIF LIBERALISM TERHADAP PERAN PBB DALAM MENANGANI MASALAH ISIS DI SURIAH

Timur tengah merupakan kawasan labil yang selalu bergejolak dan tidak pernah lepas dari konflik. Baik konflik intrastate maupun konflik interstate. Konflik intrastate terjadi antara Negara Irak dengan Suriah yang lama kelamaan menjadi konflik regional yang begitu kompleks. Sedangkan konflik interstate ini terjadi masih diantara negara Irak dan Suriah yang membawa babak baru dalam sejarah konflik di kawasan. Konflik Irak-Suriah yang berkepanjangan dan lambannya solusi penanganan untuk mengatasi konflik ini, masyarakat internasional dikejutkan dengan deklarasi berdirinya negara Islam Irak dan Suriah (Daulah Islamiyah fil Iraq wa Syam/Islamic State of Irak and Syiria) pada tanggal 29 Juni 2014.[1]

            Melihat kembali apa penyebab terjadinya konflik di Suriah, dikarenakan kekecewaan besar dan penindasan rezim yang berkuasa terhadap rakyatnya sendiri, maka timbulah perlawanan dari rakyat dan akhirnya menjadi perlawanan dan perjuangan secara sistematis untuk mengakhiri rezim Bashar al-Assad. Perlawanan rakyat Suriah untuk menjatuhkan rezim Bashar al-Assad yang dianggap rezim diktaktor menyebabkan gelombang Arab Spring, dimana negara-negara di Arab seperti Tunisia, Mesir dan Libya juga melakukan perlawanan guna menjatuhkan kediktatoran-kediktatoran presiden mereka. Untuk meredam pemberontakan rakyat Suriah, pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia guna meredamkan pemberontakan. Akibat penggunaan senjata kimia banyak rakyat Suriah yang luka-luka bahkan tewas.

PBB selaku organisasi internasional dalam melaksanakan dan memelihara perdamaian dunia, melihat apa dilakukan pemerintah Suriah termasuk kejahatan berat HAM dan melanggar hukum kemanusiaan internasional. Hukum kemanusiaan internasional/hukum humaniter merupakan seperangkat aturan yang membatasi penggunaan senjata dan cara berperang. Hukum humaniter muncul untuk melindungi orang yang tidak atau tidak lagi ikut serta dalam pertikaian, sehingga bertujuan melindungi martabat manusia dan membatasi penderitaan di masa perang.[2]

Terjadinya krisis kemanusiaan di Suriah membuat Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi terkait krisis kemanusian di Suriah. Resolusi Nomor 2139 menuntut semua pihak, khususnya pihak berwenang Suriah, segera memberikan akses kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan bagi badan-badan kemanusiaan PBB dan mitra pelaksana mereka, termasuk lintas garis konflik dan lintas batas untuk memastikan bantuan kemanusiaan dapat mencapai orang yang membutuhkan melalui rute tercepat.[3] Juga Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah badan untuk menanggapi konflik di Suriah yang bernama United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS) tahun 2012.[4]

            Konflik internal yang terjadi di Suriah menyebabkan kondisi keamanan dan politik kacau sehingga membangkitkan kelompok terorisme yang kini menjadi perhatian dunia internasional. Selain factor konflik internal yang terjadi di Suriah, adanya invansi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003. Alasan utama Amerika Serikat melakukan invansi ke Irak dalam rangka mencari senjata pemusnah massal di Irak. Tahun 2003 rezim Saddam Husein mengalami kemunduran sehingga pada saat itu Irak mengalami situasi chaos dan vacuum of power.[5] Kedua factor tersebut yang melatarbelakangi berdirinya ISIS.

ISIS merupakan salah satu kelompok/organisasi teroris yang menggunakan kemajuan tekonlogi seperti facebook, youtube, twitter dalam menjalankan misinya. Semenjak ISIS mendeklarasikan dirinya, ada beberapa negara yang langsung merespon, contohnya Inggris dan Austalia menyatakan ISIS merupakan sebuah kelompok teroris. Sedangkan PBB menyatakan ISIS sebagai organisasi teroris pada 18 Oktober 2004 ketika masih tergabung dalam kelompok Al-Qaida Irak.[6]

Organisasi ini memiliki empat faham ideologi sekaligus, masing-masing yaitu Islamism Sunni (Sunni Islam), Salafist Jihadism (Jihad Salafiah), Worldwide Caliphate (Kekalifahan Islam Internasional) dan Anti Shiaism (Anti Mazab Syiah). Dari sisi kepemimpinannya, ISIS tidak lepas dari peranan tiga tokoh pemimpin, yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi, Abu Oemar al-Shisani dan Abu Mohammad al-Adnani.[7]

ISIS telah melakukan tindakan genosida dengan menyiksa dan membunuh besar-besaran masyarakat Suriah dan sekitarnya, membom dan menghancurkan rumah-rumah rakyat sipil, bangunan pemerintahan dan infrastruktur di Suriah dan sekitarnya. Tindakan-tindakan represif yang dilakukan ISIS guna upaya mereka untuk mewujudkan Negara Islam. Dimana tindakan tersebut termasuk melanggar hukum kemanusiaan internasional dan dikecam oleh semua masyarakat internasional dan PBB selaku organisasi internasional yang memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya.[8]

Menurut Clive Archer, peranan organisasi internasional dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1.    Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
2.    Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang di hadapi. Tidak jarang organisasi internasional di gunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, ataupun masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian internasional.

Memelihara perdamaian dan keamanan dunia merupakan tugas utama dari Dewan Keamanan PBB, karena 6 organ PBB yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat mempunyai tugas masing-masing agar tercapainya tujuan-tujuan PBB dalam Piagam PBB. Untuk masalah ISIS yang dewasa ini menjadi ancaman perdamaian dan keamanan seluruh Negara di dunia maka Dewan Keamanan-lah yang bertugas untuk mengatasi masalah ini.

Dewan Keamanan PBB, yaitu memelihara perdamaian dan keamanan Internasional, yang dilakukan dengan dua cara: yang pertama adalah penyelesaian secara damai sengketa-sengketa internasional yang dipandang mengancam perdamaian dan keamanan internasional, dan yang kedua (yaitu jika cara pertama dianggap gagal atau tidak memadai) adalah dengan tindakan pemaksaan.[9]

Di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, fungsi dan wewenang Dewan Keamanan ialah sebagai berikut:[10]
1.    Untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2.    Untuk menyelidiki setiap sengketa atau situasi yang mungkin menyebabkan konflik internasional.
3.    Untuk merekomendasikan metode penyelesaian konflik tersebut atau ketentuan penyelesaiannya.
4.    Untuk merumuskan rencana pembentukan sistem dalam mengatur persenjataan.
5.    Untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan untuk merekomendasikan tindakan apa yang harus dilakukan.
6.    Untuk memanggil anggota untuk menerapkan sanksi ekonomi atau tindakan lain yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan untuk mencegah atau mnghentikan agresi.
7.    Untuk mengambil tindakan militer terhadap agresor.
8.    Untuk merekomendasikan penerimaan anggota baru.
9.    Untuk melaksanakan fungsi perwalian PBB di “kawasan strategis”.
10.  Untuk merekomendasikan kepada Majelis Umum mengenai pengangkatan Sekretaris Jendral dan bersama-sama dengan Majelis, untuk memilih Hakim Mahkamah Internasional.

Tugas Dewan Keamanan PBB tergolong tugas eksekutif, tetapi tugas itu terutama terbatas pada bidang penanganan perdamaian, keamanan dan persenjataan karena Dewan Keamanan PBB mengusahakan menyelesaikan sengketa/konflik dengan secara damai. Begitu juga dengan penyelesaian masalah ISIS di Suriah, DK PBB berusaha tidak menggunakan kekerasan atau militer. DK PBB terdiri dari lima Negara yang menang perang dunia, yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, dan Inggris memiliki hak veto akan keputusan atas perundingan-perundingan dengan Negara-negara anggota PBB. Hak veto adalah hak istimewa yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dalam perspektif liberalisme, aktor dalam hubungan antarnegara bukan hanya sebatas negara, namun liberalisme juga menganggap pentingnya keberadaan aktor lain seperti aktor non-negara dalam proses hubungan antarnegara. Jadi PBB yang menjadi aktor non-negara menurut liberalism dapat memproses suatu konflik seperti ISIS dan dapat menjadi penghubung atau wadah Negara-negara yang menginginkan kasus ISIS di Suriah diselesaikan. Liberalism sebagai suatu perspektif berawal dari John Locke di abad ke tujuh belas yang melihat perkembangan negara-negara dalam menjamin kebebasan tiap individu.[11] Namun, apabila dipandang sebagai perspektif keilmuan, liberalisme baru muncul pada awal abad kedua puluh, sebagai adanya rasa trauma atas terjadinya perang dunia. Liberalism menurut Immanuel Kant berdasarkan bukunya yaitu Perpetual Peace mengatakan:
The law of reason dictated categorical imperatives, the most important of which was the obligation to treat others as “ends” and never only as ”means”. Kant developed what amounted to a nearly vision of world government. In his view,morality and reason combined to dictate that there should be no war,the future of human kind being based on the prospect of “universal and lasting peace”.

Ada tiga asumsi dasar liberalism, yaitu yang pertama memandang positif tentang sifat manusia, yang kedua keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual, dan yang ketiga percaya terhadap kemajuan. Ada empat macam aliran liberalism:[12]
1.    Liberalism sosiologis, berpandangan bahwa:
·         Hubungan Internasional tidak hanya mempelajari hubungan antar pemerintah saja; tetapi juga mempelajari hubungan antara individu, kelompok dan masyarakat swasta.
·         Hubungan antara rakyat bersifat lebih kooperatif dibandingkan dengan hubungan antara pemerintah.
·         Dunia dengan jumlah jaringan transnasional yang besar akan menjadi lebih damai.
2.    Liberalism interdependensi, berpandangan bahwa:
·         Modernisasi meningkatkan tingkat interdependensi di antara negara-negara.
·         Aktor-aktor transnasional semakin memiliki peran penting.
·         Kekuatan militer adalah instrumen yang kurang berguna.
·         Kesejahteraan adalah tujuan dominan negara-negara; bukan Keamanan.
·          “Interdependensi kompleks” menunjukkan suatu dunia hubungan internasional yang lebih damai.
3.    Liberalism institusional, berpandangan bahwa:
·         Institusi internasional memajukan kerjasama di antara negara-negara.
·         Institusi mengurangi masalah yang berkenaan dengan ketiadaan kepercayaan antara negara-negara dan mereka mengurangi ketakutan nagara satu sama lainnya.
4.    Liberalism republican, berpandangan bahwa:
·         Negara-negara demokrasi tidak berperang terhadap satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan oleh adanya budaya panyelesaian konflik secara damai, nilai-nilai moral bersama, dan hubungan kerjasama ekonomi dan interdependensinya yang saling menguntungkan.

Liberalism memandang Institusi atau organisasi internasional:
1.    Liberalisme percaya bahwa sistem ianternasional, mampu dikelola dengan baik melalui organisasi internasional sehingga sistem politik global akan tetap damai.
2.    Institusi/organisasi internasional sebagai alat pengikat baik pihak lain maupun diri sendiri. Kendati tidak ada satu negara yang mengakui bahwa institusi dapat mengikat secara penuh, tetapi dengan berbagai mekanisme agreement, para aktor akan mampu memecahkan prisoner’s dilemma yang ada.
3.    Institusi sebagai alat inovatif, yang dapat dijadikan alat delegasi oleh negara untuk menyelesaikan berbagai macam persengketaan, menyelesaikan krisis.
4.    Institusi sebagai alat atau penyebab perubahan melalui hasil-hasil yang dikeluarkannya. Bagi neo-liberalis, ketika institusi kuat, ada keteraturan dan anarki dapat ditekan, sebaliknya ketika institusi lemah, akan ada ketidakteraturan dimana kelahiran produk politik merupakan dampak dari anarki.

Keadaan di Suriah yang kita ketahui sangat mengkhawatikan atau sudah masuk keadaan kritis akibat perang yang terjadi dengan Irak dan keadaan sistem pemerintahan di Suriah yang sedang bergejolak karena rakyat Suriah menginginkan rezim Bashar Assad turun ditambah lagi dengan adanya kelompok separatis yang melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Suriah dan sekitarnya. Suriah banyak mengalami kerugian, karena banyak rumah-rumah penduduk, fasilitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang hancur. Bahkan kerugian moril yang dirasakan rakyat Suriah akibat perang tersebut.

Perang menurut Scott Burchill, adalah:[13]
“War was the outcome of minority rule, though Kant was no champion of democratic government. liberal states, founded on individual rights such as equality before the law, free speech and civil liberty, respect for private property and representative government, would not have the same appetite for conflict and war. peace was fundamentally a question of establishing legitimate domestic orders throughout the world”.

Peran PBB sendiri dalam menangani kasus ISIS di Suriah telah banyak, seperti:
1.       PBB telah memberikan memberikan bantuan kemanusiaan korban ISIS.
2.    PBB meminta bantuan Indonesia untuk mengirimkan pasukan garuda ke Suriah. Pasukan Garuda ini disebut sebagai pasukan Peacekeeper.
3.    Pasukan Peacekeeper (dibawah naungan PBB) melakukan operasi militer di Irak dan Suriah.
4.    Mengeluarkan dan menyetujui resolusi-resolusi terkait kasus ISIS, seperti PBB mengeluarkan resolusi dengan no. 2254, dimana Dewan Keamanan PBB menyerukan bahwa gencatan senjata dengan memberikan pengarahan tentara dengan cara memantau gencatan senjata oleh Sekjen PBB Ban Ki-Moon. Juga tidak melibatkan kelompok teroris yang terlibat dan DK PBB menyatakan bahwa pemerintah Suriah transisi harus yang kredibel, inklusif dan non-sektarian.
5.    PBB membuat Responsibility to Protect (R2P) untuk menghentikan menghentikan tindakan kelompok separatis tersebut. R2P adalah sebuah prinsip atau norma keamanan internasional yang dibentuk oleh anggota-anggota PBB pada tahun 2005 bertujuan untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut. Selain itu, komunitas internasional juga mempunyai tanggung jawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi tugasnya tersebut.[14]
6.    PBB menghimbau masyarakat internasional untuk ikut serta dalam memperangi kelompok radikal di Suriah.
7.    PBB melarang penggunaan senjata kimia (Resolusi 2118) karena kelompok radikal ISIS maupun pemerintahan Suriah telah menggunakan senjata kimia dimana mereka telah melanggar Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan (HHIK) dan juga Konvensi Den Haag IV 1907. Aturan 70 dan Aturan 71 HHIK memberikan pengaturan mengenai prinsip umum dalam penggunaan senjata. Sedangkan Pasal 23 Konvensi Den Haag IV 1907 menentukan secara khusus pelarangan untuk menggunakan racun atau senjata beracun, penggunaan senjata, proyektil atau bahan-bahan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu. Mahkamah Internasional menegaskan bahwa aturan-aturan dasar yang berasal dari Pasal 22 dan Pasal 23 Konvensi Den Haag IV 1907 mengikat semua negara baik negara yang telah meratifikasi maupun yang belum, sebab konvensi tersebut merupakan asas adat internasional yang tak terkompromikan.[15]

Liberalism berpandangan bahwa PBB sebagai key actors: organisasi internasional yang menjadi wadah untuk menjaga perdamaian dunia. Sebagaimana yang sudah tercantum dari visi dan misi PBB, yaitu memelihara dan melaksanakan perdamaian dan keamanan dunia. Liberalism memandang positif mengenai peranan organisasi internasional di dunia, begitu juga dengan PBB, kaum liberal memandang positif PBB dikarenakan  peran PBB mampu dalam menangani kasus ISIS di Suriah dan juga PBB merupakan alat untuk mencapai kepentingan bersama. Liberalism berpandangan bahwa Negara-negara yang bergabung dalam PBB merupakan key actors dalam hubungan internasional. Negara-negara anggota PBB juga dapat menyuarakan atau nmelibatkan diri dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Meskipun Negara-negara tersebut memiliki kepentingan nasional atau national interest masing-masing.

Kaum liberal percaya bahwa dengan bekerjasama akan menyelesaikan sengketa atau konflik seperti yang dilakukan PBB untuk menyelesaikan atau menangani kasus ISIS di Suriah. Dengan bekerjasama akan mampu menciptakan tujuan bersama seperti mampu mencapai kepentigan-kepentingan kolektif, mampu berkolaborasi dengan pengaturan prisioner’s dilemma, memecahkan masalah yang terkoordinasi. Kerjasama yang dilakukan PBB dengan anggota-anggotanya ialah dengan membuat dan menyetujui resolusi-resolusi untuk masalah ISIS di Suriah, contohnya resolusi no. 2254 yang disebutkan diatas. Mengirimkan pasukan-pasukan Peacekeeper dari anggota-anggotanya, contohnya PBB meminta Indonesia untuk mengirimkan pasukan garuda ke Suriah. Pasukan-pasukan Peacekeeper melakukan operasi militer terhadap ISIS di Irak dan Suriah dan juga PBB memberikan bantuan kemanusian ke Suriah dan sekitarnya. PBB sebisa mungkin menangani kasus ISIS di Suriah secara damai dengan cara berdiplomasi dengan pemerintah Suriah dan Irak, PBB menghimbau kedua Negara tersebut juga ikut serta dalam menangani masalah ISIS yang membuat Negara mereka hancur dan PBB sebisa mungkin tidak menggunakan tindakan kekerasan/militer agar tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang massive. Dengan berdiplomasi, liberalism percaya bahwa akan mendapatkan solusi yang positive sum game.



SIMPULAN
PBB terutama Dewan Keamanan PBB sangat berperan pernting dalam menangani kasus ISIS di Suriah. ISIS merupakan kelompok radikal yang menjadi ancaman bagi seluruh Negara di dunia. Liberalism memandang positif PBB karena sebagai key actors dan wadah bagi Negara-negara yang menginginkan perdamaian di dunia ini. Kaum liberalism memandang PBB dapat menyelesaikan masalah ISIS di Suriah ini dengan cara bekerjasama dengan Negara-negara anggotanya.

Dengan bekerjasama akan mampu menciptakan tujuan bersama seperti mampu mencapai kepentigan-kepentingan kolektif, mampu berkolaborasi dengan pengaturan prisioner’s dilemma, memecahkan masalah yang terkoordinasi. Contoh kerjasama PBB dengan Negara-negara anggotanya ialah membuat dan menyetujui resolusi no. 2254 dan 2118 yang disebutkan diatas, mengirim bantuan kemanusiaan, mengirim pasukan Peacekeeper, membuat Responsibility to Protect (R2P).



DAFTAR PUSTAKA
1.    Mulyana, Yan. Dkk. 2016. “Power ISIS”. Bandung: UNPAD Press.
2.    Darmayadi, Andrias. Dkk. 2015. “Mengenal Studi Hubungan Internasional”. Bandung: Zavara.
3.    http://www.antaranews.com/berita/420540/pbb-setujui-resolusi-bantuan-untuk-suriah diakses pada 02 April 2017
4.    Mega Herlambang, Benedictus. 2015. “Peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Menghentikan Kejahatan Perang Yang Dilakukan Para Pihak Yang Bertikai Dalam Konflik Bersenjata di Suriah”. Jurnal Ilmu Hukum. Yogyakarta: Fakultas Hukum.
5.    Mulyana. Op. cit. hal: 15.
6.    Mulyana. Op. cit.
7.    http://www.bbc.com/news/world-middle-east-24179084 diakses pada 04 April 2017.
8.    Clive Archer. 1983. International Organizations.
9.    D.W Bowett. 1991. “Hukum Organisasi Internasional”. Jakarta: Sinar Grafika.
10.  http://www.un.org/en/sc/about/functions.shtml diakses pada 15 April 2017.
11.  Jackson, R., &. Sorensen, G. (1999) Introduction to International Relations, Oxford University Press.
12.  Dewi Triwahyuni. 2017. Liberalism. Materi Kuliah Teori Hubungan Internasional.
13.  Burchill, S. Linklater, A, dkk. 2009. Theories Of IR: Fourth Edition. Palgrave Macmillan. Basingstoke.
14.  http://www.responsibilitytoprotect.org/R2P_basic_info_Bahasa.pdf diakses pada 19 April 2017.
15.  Malcolm N. Shaw QC. 2013. “International Law”




[1] Mulyana, Yan. Dkk. 2016. “Power ISIS”. Bandung: UNPAD Press.
[2] Darmayadi, Andrias. Dkk. 2015. “Mengenal Studi Hubungan Internasional”. Bandung: Zavara
[3] http://www.antaranews.com/berita/420540/pbb-setujui-resolusi-bantuan-untuk-suriah diakses pada 02 April 2017
[4] Mega Herlambang, Benedictus. 2015. “Peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Menghentikan Kejahatan Perang Yang Dilakukan Para Pihak Yang Bertikai Dalam Konflik Bersenjata di Suriah”. Jurnal Ilmu Hukum. Yogyakarta: Fakultas Hukum.
[5] Mulyana. Op. cit. hal: 15.
[6] Mulyana. Op. cit
[7] http://www.bbc.com/news/world-middle-east-24179084 diakses pada 04 April 2017.
[8] Clive Archer. 1983. International Organizations
[9] D.W Bowett. 1991. “Hukum Organisasi Internasional”. Jakarta: Sinar Grafika.
[10] http://www.un.org/en/sc/about/functions.shtml diakses pada 15 April 2017.
[11] Jackson, R., &. Sorensen, G. (1999) Introduction to International Relations, Oxford University Press.
[12] Dewi Triwahyuni. 2017. Liberalism. Materi Kuliah Teori Hubungan Internasional.
[13] Burchill, S. Linklater, A, dkk. 2009. Theories Of IR: Fourth Edition. Palgrave Macmillan. Basingstoke.
[14] http://www.responsibilitytoprotect.org/R2P_basic_info_Bahasa.pdf diakses pada 19 April 2017.
[15] Malcolm N. Shaw QC. 2013. “International Law”

1 comment:

  1. Keren nih informasinya lengkap.. sampai-sampai mata ane lelah membacanya :) Maju terus! Jangan lupa mampir silaturahmi ke http://www.akbarlaksono.tk/

    ReplyDelete