Wednesday, January 20, 2016

HAM DAN PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA

Jika berbicara hak asasi manusia tidak akan habisnya karena menyangkut dengan hak-hak yang melekat pada diri seseorang atau manusia. Hak asasi manusia bersifat kodrati dan fundamental. Selain bersifat kodrati dan fundamental, secara umum ham bersifat universal dan supra legal. Yang dimaksud bersifat universal ialah ham diyakini dimiliki tanpa ada perbedaan atas ras, bangsa dan jenis kelamin. Dan yang dimaksud bersifat super legal ialah ham tidak bergantung pada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi berasal dari sumber yang lebih tinggi yaitu Tuhan.

            Seperti yang ada di UU No. 39 tahun 1999 pasal 1 menyatakan bahwa ham sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia memiliki ciri pokok, yaitu:
1.    Ham tidak perlu diberikan, dibeli dan diwarisi. Ham ada dibagian dari diri manusia secara otomatis.
2.    Ham berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau sosial dan bangsa.
3.    Ham tidak bisa dilanggar.

Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat, dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung cukup lama. Secara garis besar, Prof. Bagir Manan pada buku Pekembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan dan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang).
            Instrument hak asasi manusia sendiri terdapat dalam pancasila, UUD 1945
1.    Pancasila.
a.    Sila Pertama: Hak untuk memeluk agama.
b.    Sila Kedua: Diperlakukan secara pantas,sesuai dengan harkat,martabat dan derajatnya.
c.    Sila Ketiga: Hak asasi agar mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara.
d.   Sila Keempat: Hak untuk berkumpul, berpendapat,serta ikut serta dalam pemerintahan.
e.    Sila Kelima: Perimbangan hak milik dengan fungsi sosial.
2.    UUD 1945.
a.    Pembukaan UUD 1945
·         Alinea ke-1: Hak Merdeka.
·         Alinea ke-4: Negara melindungi segenap rakyat Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta memilihara perdamaian dunia.
b.    Pasal-pasal.
Terdapat pada BAB XA di UUD 1945 tentang HAM dan ada pasal 28A-28J.
c.    TAP MPR No. XVII/MPR/1998.
Terdiri dari 10 Bab dan 44 Pasal.
d.    Undang-undang.
·      UU RI No. 39 Th 1999 Tentang HAM, terdiri dari 11 Bab dan 106 Pasal.
·      UU RI No. 26 Th 2000 Tentang Pengadilan HAM, terdiri dari 10 Bab dan 51 Pasal.
·      KEPPRES No 129 tentang rencana aksi nasional HAM Indonesia.
·      PP No. 3 Th 1998 tentang kompensasi dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM.
·      PP No. 2 Th 2002 tentang tata cara perlindungan korban dan sanki dalam pelaggaran HAM.

Dewasa ini Indonesia di zaman pemerintahan Jokowi, diberlakukannya hukuman tembak mati. Hukuman tembak mati dijatuhi kepada terpidana narkotika. Pelaksanaan eksekusi mati dilakukan pada tanggal 18 Januari 2015 silam dengan 6 pidana yang akan dieksekusi. Pelaksanaan hukuman mati telah diatur dalam  UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan lain setingkat undang-undang diatur dalam UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.

1.    Pemberitahuan Tiga Hari Sebelum Eksekusi
     Sebelum dilaksanakannya eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada terpidana, terpidana wajib mengetahui mengenai rencana pelaksanaan tersebut. Terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi. Ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.2/PNPS/1964.
    Ketentuan itu berbunyi“Tiga kali dua puluh empat jam sebelum pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.”
2.    Bila Terpidana Banyak
     Eksekusi mati terhadap terpidana mati yang lebih dari satu dalam satu putusan harus dilaksanakan secara serempak. Ini diatur dalam UU No.2/PNPS/1964.
     Pasal 2 ayat (2) menyatakan, “Pidana mati yang dijatuhkan atas diri beberapa orang di dalam satu putusan dilaksanakan serempak pada wkatu dan tempat yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaan demikian itu.”
     Dalil ini yang digunakan oleh Prasetyo ketika ditanya belum mengeksekusi mati salah satu sindikat narkoba Bali Nine, Myuran Sukumaran yang grasinya sudah ditolak oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, permohonan grasi salah satu terpidana Bali Nine lainnya, Andrew Chan belum diputus oleh Presiden Jokowi.
3.    Bila Terpidana adalah Perempuan Hamil
     Dua dari enam terpidana yang akan dieksekusi mati adalah perempuan. Lalu bagaimana bila salah seorang di antara mereka dalam keadaan hamil? Bila ada perempuan hamil yang akan dieksekusi mati maka dia baru bisa dieksekusi 40 hari setelah anaknya dilahirkan. Ini diatur dalam Pasal 7 UU No.2/PNPS/1964.
4.    Pasukan Penembak
     Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira (pasal 10 ayat 1 UU 2/PNPS/1964). Regu penembak ini berada di bawah perintah jaksa tinggi atau jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ekseksusi sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.
5.    Permintaan Terakhir
     Setiap terpidana mati diberikan hak untuk mengemukakan sesuatu (permintaan terakhir) kepada jaksa agung atau jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No.2/PNPS/1964. Permintaan itu diterima oleh jaksa agung atau jaksa.
6.    Siapa yang Boleh Menyaksikan?
     Dalam eksekusi, selain Regu Penembak, yang diperbolehkan hadir dalam ekseksusi hukuman mati berdasar Pasal 8 UU 2/PNPS/1964 adalah pembela terpidana. Atas permintaan pembela atau atas permintaan terpidana, pembela dapat hadir dalam pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan kepada kliennya. Selain itu, terpidana juga dapat meminta untuk didampingi oleh rohaniawan.
7.    Lokasi Eksekusi
     Undang-undang tidak mengatur secara khusus di mana lokasi dilaksanakannya eksekusi hukuman mati. UU No.2/PNPS/1964 hanya menyebutkan jika tidak ditentukan lain oleh Menteri, maka pidana mati dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.
     Dilihat dalam ketentuan yang menyebutkan lokasi eksekusi hukuman mati tidak dilaksanakan di muka umum, dapat ditafsirkan bahwa lokasi dirahasiakan agar jauh dari jangkauan orang-orang yang tidak termasuk dalam daftar yang boleh hadir dalam eksekusi. Pada hari H, untuk mengelabui lokasi eksekusi, biasanya regu akan mengecoh orang dengan iring-iringan mobil.
     Sebelum menentukan lokasi eksekusi, berdasarkan Pasal 10 ayat 2 Perkapolri 12/2010, regu penembak akan melakukan survey bersama dengan instansi terkait. Regu yang melakukan survey juga akan memberikan rekomendasi beberapa alternatif lokasi dengan memperhatikan faktor kemanan lingkungan di sekitarnya.
8.    Kalau Tidak Mati Sekali Tembak
     Terpidana mati akan ditembak di lokasi dimana dirinya telah ditentukan akan dieksekusi. Regu penembak dengan jarak antara lima hingga sepuluh meter akan membidik pada jantung terpidana.
     Apabila setelah penembakan tersebut pidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dirinya masih hidup, Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya tepat di atas telinganya.
9.    Terpidana Miliki Ilmu Kebal
     Pada dasarnya terhadap terpidana yang memiliki ilmu kebal sama saja dengan terpidana lainnya yang tidak mati dalam sekali tembak. Pasal 15 ayat 25 dan ayat 26 Perkapolri 12/2010 mengatur penembakan pengakhir dapat diulangi sampai dokter menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.
10.  Penguburan
     Setelah dilakukan eksekusi, pelaksanaan penguburan terpidana mati diserahkan kepada keluarga atau sahabat terpidana. Jika tidak ada kemungkinan pelaksanaan penguburan oleh keluarga atau sahabat, maka penguburan diselenggarakan oleh negara dengan cara yang diatur dalam kepercayaan yang dianut oleh terpidana.

Pengaturan yang lebih teknis mengenai eksekusi pidana mati diatur dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, dalam pasal 1 angka 3 Perkapolri 12 Tahun 2010 disebutkan antara lain bahwa hukuman mati atau pidana mati adalah salah satu hukuman pokok yang dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tata cara pelaksanaan hukuman mati ada 4 tahapan yang diatur dalam pasal 4 Perkapolri 12 Tahun 2010, yaitu:
·         Persiapan.
·         Pengorganisasian.
·         Pelaksanaan.
·         Pengakhiran.

Dan proses pelaksanaan hukuman mati terdapat dalam pasal 15 Perkapolri 12 Tahun 2010.
1.    Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati
2.    Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan
3.    Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati
4.    Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan
5.    Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan
6.    Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”
7.    Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati
8.    Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan ”LAKSANAKAN” kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan ”LAKSANAKAN”
9.    Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9 (sembilan) butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor
10.  Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa
11.  Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan
12.  Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak
13.  Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana
14.  Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati
15.  Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana
16.  Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana
17.  Komandan Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil sikap istirahat di tempat
18.  Pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas
19.  Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana
20.  Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata
21.  Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak
22.  Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata
23.  Komandan Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Pelaksana melakukan penembakan pengakhir
24.  Komandan Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga
25.  Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih ada tanda-tanda kehidupan
26.  Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana
27.  Selesai pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya
28.  Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.

            Tujuan utama diterapkannya hukuman mati di Indonesia, termasuk untuk kejahatan narkotika, adalah untuk menimbulkan efek jera. Tetapi pelaksaan hukuman mati di Indonesia banyak mendapat kecaman dari dunia. Terjadi ketegangan antara Australia dengan Indonesia akibat dilaksanakannya hukuman mati. Australia tidak menerima rakyatnya dieksekusi mati padahal pihak Australia telah melakukan grasi ke presiden Jokowi tetapi grasinya ditolak oleh presiden Jokowi.

            Pro dan kontra terhadap eksekusi mati pidana pengedar narkoba. Pro dimana orang beranggapan bahwa dengan adanya hukuman mati di Indonesia menimbulkan efek jera bagi orang yang melakukan criminal. Dan kontra, dimana orang mengatakan bahwa hukuman mati merupakan pelanggaran ham karena telah menghilangkan hak untuk hidup manusia, sebab manusia mempunyai hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (pasal 28 A tentang Hak Asasi Manusia).
           
            Banyak dunia yang mengecam tentang eksekusi mati terhadap pidana pengedar narkoba contohnya Uni Eropa dan Jerman. Uni Eropa dan Jerman meminta kepada presiden Jokowi agar membatalkan hukuman mati. Jika hukuman mati memang memberikan efek jera terhadap pelaku criminal, Mengapa para pelaku korupsi tidak dihukum yang sama dengan para pelaku pengedar narkoba? Para pelaku korupsi lebih membuat jutaan rakyat Indonesia menderita karena mengambil uang rakyat yang seharusnya bisa dipergunakan untuk membangun fasilitas di daerah desa terpelosok, memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak Indonesia yang sangat memerlukannya agar bisa melanjutkan kehidupan yang layak nantinya. Dengan begitu tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tercapai.

            Jika memang hukuman mati itu dijatuhkan kepada pengedar narkoba, seharusnya pemerintah menyelidiki siapa gembong dari narkoba tersebut. Karena pengedar narkoba hanya disuruh atau mereka terpaksa melakukannya untuk membiayai kehidupan mereka. Dengan mengetahui siapa gembong dari narkoba, pemerintah bisa memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya dan Indonesia bisa sehat bila Indonesia tanpa narkoba, seperti yang dikatakan presiden Jokowi.

                

No comments:

Post a Comment