Thursday, January 21, 2016

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANTARA PERUSAHAAN MOTOR YAMAHA DAN HONDA

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANTARA PERUSAHAAN MOTOR YAMAHA DAN HONDA

Perspektif ekonomi dan hukum, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa tujuan kebijakan persaingan (competition policy) adalah untuk meminimalisir inefesiensi perekonomian yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat anti persaingan.

 Ada dua penyebab distorsi perekonomian yang dapat mengakibatkan pasar menjadi tidak sempurna:
1.       Eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan2 yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak sehat.
2.       Kebijakan intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefesiensi perekonomian. Penyebab pertama besumber pada perilaku perusahaan, sedangkan penyebab kedua bersumber pada intervensi pemerintah terhadap pasar.

Beberapa cara tidak sehat yang dilakukan perusahaan untuk memenangkan persaingan tidak sehat, diantaranya:
1.       Tindakan Kolutif
      Adalah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama‐sama atau
membagi‐bagi pasar sedemikian rupa sehingga memaksimumkan keuntungan masing‐masing perusahaan.
2.       Tindakan yang menghancurkan pesaing, terbagi dua cara:
a.       Vertical Restraint
         Adalah pengaturan hubungan antara supplier dengan produsen atau antara produsen dengan distributor.
b.      Predatory Pricing
         Adalah bilamana perusahaan secara temporer menetapkan harga di bawah harga yang rendah sebagai upaya menghalangi masuknya pesaing, mengusir pesaing, atau mendikte pesaing.

Persaingan tidak sehat seringkali digunakan perusahaan-perusahaan untuk mendapat keuntungan yang maksimum baik perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, contoh perusahaan yang melakukan persaingan tidak sehat adalah perusahaan motor Yamaha dan Honda. Jika melihat market share Honda dan Yamaha yang menjadi leader pemasaran motor di Indonesia memang bisa dicurigai. Sehingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penyelidakan terhadap kedua prosuden motor terbesar di Indonesia.

KPPU menduga PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mengontrol penuh harga sepeda motor, hingga penguasaan pasarnya mencapai 93 persen. Kecurigaan bermula dari ditemukannya data bahwa biaya produksi rata-rata sepeda motor bebek dan Skutik hanya berada di kisaran Rp. 7-8 juta per unit. Namun di pasar bisa dilepas rata-rata Rp. 14-15 juta. PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mendapat panggilan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk diperiksa apakah benar kedua produsen motor tersebut memang melakukan praktik kartel. Tetapi keduanya membantah dugaan KPPU dan mengatakan bahwa tidak ada pengaturan harga atau melakukan kesepakatan apa pun.

Apakah praktik kartel itu? Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi. Berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir semua negara. Walaupun demikian, kartel tetap ada baik dalam lingkup nasional maupun internasional, formal maupun informal. Berdasarkan definisi ini, satu entitas bisnis tunggal yang memegang monopoli tidak dapat dianggap sebagai suatu kartel, walaupun dapat dianggap bersalah jika menyalahgunakan monopoli yang dimilikinya. Kartel biasanya timbul dalam kondisi oligopoli, di mana terdapat sejumlah kecil penjual dengan jenis produk yang homogen.

Kartel dilakukan oleh pelaku usaha dalam rangka memperoleh market power. market power ini memungkinkan mereka mengatur harga produk dengan cara membatasi ketersediaan barang di pasar. pengaturan persediaan dilakukan dengan bersama-sama membatasi produksi dan atau membagi wilayah penjualan.

                Masih menyangkut soal perusahaan otomotif yang melakukan kecurangan, sebelumnya KPPU telah memutuskan enam perusahaan produsen ban kendaraan terbukti melakukan kartel. Dalam sidang yang digelar pada Rabu, 7 Januari 2015, enam perusahaan ini didenda masing-masing Rp 25 miliar. Ketua Majelis KPPU Kamser Lumban Raja menyatakan enam perusahaan itu adalah PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli. Keenam perusahaan tersebut tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).

                Keenamnya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk menentukan harga produk pada pasar yang sama. Sedangkan Pasal 11 menyatakan pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran.

                KPPU menyoroti praktik penetapan harga ban mobil ring 13, ring 14, ring 15, ring 16, dan ring 17 pada 2009 hingga 2012. Menurut Kamser, ada temuan rapat rutin anggota APBI yang mengindikasikan kesepakatan untuk menahan produksi dan mengatur harga. Salah satunya rapat presidium tanggal 21 Januari 2009 yang mengamanatkan anggota APBI untuk tidak membanting harga.


                Jadi KPPU masih dalam proses penyelidikan tentang penentuan harga sepeda motor untuk jenis bebek dan skutik serta ‎kerjasama dalam penentuan volume penjualan sepeda motor yang dilakukan oleh PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Jika kedua produsen motor tersebut terbukti bersalah maka keduanya akan dijatuhi pasal yang sama dengan keenam perusahaan produsen ban yaitu dengan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

2 comments: