PERLINDUNGAN DAN
PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Ditha
Putri Effendi, Indah Nur Azizah
Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Komputer
Indonesia,
Jl. Dipatiukur No 116,
Bandung, Indonesia
Kelompok penelitian,
UNIKOM, Jl. Dipatiukur No 116, Bandung, Indonesia
E-mail:
dithaeffendi@gmail.com indahnurazizah12@gmail.com
Abstrak
Lingkungan laut sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia juga terdapat sumber kekayaan alam hayati maupun non hayati.
Oleh karena itu, lingkungan laut harus dikelola supaya dapat berkelanjutan dan
dilindungi agar terjaga dengan baik. Hukum laut internasional telah menetapkan
asas-asas dasar untuk penataan kelautan. Dalam hukum laut internasional pada
Konvensi Hukum Laut 1982 pada pasal 192 berbunyi bahwa, yang menegaskan bahwa
setiap Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan
laut.
Abstract
The
marine environment is very useful for human life there is also a wealth of
natural resources and non-biological. Therefore, the marine environment must be
managed in order to be sustainable and protected so well preserved.
International marine law have established the basic principles for structuring
marine. In international maritime law in 1982 on the Law of the Sea Convention
Article 192 reads that, which asserts that each State has the obligation to
protect and preserve the marine environment.
Keywords: International Law of the Sea, Protection, Management, Marine
Environment, International Law.
1.
Pendahuluan
Hukum internasional adalah bagian hukum yang
mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum
Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun
dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian
ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan
perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
Hukum lingkungan internasional (huklin) merupakan bidang
baru (new development) dalam sistem hukum internasional. Bidang baru ini dapat
pula dianggap bagian dari hukum baru dengan nama hukum lingkungan laut
internasional. Untuk membahas sistem hukum lingkungan internasional ini menurut
dapat dikaji dalam kerangka hukum internasional berdasarkan, (i) customary
international law (CIL) dan (ii) conventional international law, dari kedua
sumber hukum ini telah tumbuh hukum lingkungan internasional sebagai bagian
dari hukum lingkungan.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa,
hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan
untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan
antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara
menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Dalam hukum internasional mencakup batasan-batasan
wilayah yang melintasi dua Negara. Batasan-batasan wilayah itu berupa daratan,
lautan maupun udara.
Didalam lingkungan laut terdapat sumber kekayaan
alam, baik hayati maupun non hayati, sebagai sarana penghubung, media rekreasi
dan lain sebagainya. Oleh karena itu sangat penting untuk melindungi lingkungan
laut dari ancaman pencemaran yang bersumber dari operasi kapal tanker,
kecelakaan kapal tanker, scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi
besi tua), serta kebocoran minyak dan gas dilepas pantai. Hal ini penting
dilakukan agar lingkungan laut diperairan Asia Tenggara yang merupakan daerah
yang paling produktif dapat dinikmati secara berkelanjutan, baik bagi generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
1.1.
Latar Belakang
Perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa kebutuhan
manusia banyak disokong oleh lingkungan laut baik dari segi ekonomi, kebutuhan
primer, maupun kebutuhan skunder. Laut merupakan sumber
kehidupan bagi manusia. Semua yang ada di laut bermanfaat dan berguna bagi
kelangsungan hidup. Laut sudah membuat sebuah “benua, kawasan, negara, dan
dunia sendiri” karena laut memliki iklim, sumber makanan dan membersihkan udara
yang kita hirup.
Laut merupakan
tempat melakukan perdagangan internasional selain di daratan, begitu juga dalam
transportasi Karena tidak semua jalur perdagangan internasional bisa ditempuh
melalui darat.
Banyaknya
manfaat dari laut yang dihasilkan, tak ayal manusia menggunakan kekayaan hasil
laut secara serakah. Sehingga menciptakan pencemaran lingkungan di laut dan
bisa menyebabkan kerusakan yang parah bagi ekosistem di laut.
Disisi lain,
ancaman yang terjadi di laut selain pencemaran yang menyebabkan kerusakan
ekosistem di laut, juga ancaman lainnya seperti perampokan atau pembajakan,
tindakan pidana di laut: pencurian ikan. Untuk menjadi penjaga laut yang baik
Negara-negara di seluruh dunia harus berpegang pada pengaturan multilateral
atas laut yang lebih efektif di bidang ekonomi, pertahanan, dan lingkungan.
Peran laut
belum pernah begitu penting dalam kegiatan umat manusia seperti dewasa ini,
yang meliputi berbagai kegiatan seperti di bidang perikanan, penambangan
sumberdaya mineral, transportasi, produksi energi serta perlindungan dan
pelestarian lingkungan. Oleh karena itu mempertahankan perdamaian dan
ketertiban di laut, serta penggunaan sumberdaya laut secara berkelanjutan untuk
kepentingan umat manusia, menjadi sangat vital. Untuk itu dalam kurun waktu
lebih dari tiga dekade setelah mulai berlakunya, United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS) 1982,3 yang juga sering disebut sebagi
“Constitution of the Oceans”, telah menjadi dasar dalam berbagai upaya untuk
mencapai tujuan tersebut.
1.2.
Rumusan Masalah
Terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan laut yang
semakin membesar.
1.3.
Maksud dan Tujuan
Melihat dan mengetahui
seberapa besar usaha yang dilakukan negara untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan laut.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Melihat sebesar apa
peningkatan dan pengaruh diterapkannya hukum laut di Indonesia terhadap
kejahatan yang terjadi di laut.
2.
Kajian Pustaka dan
Kerangka
2.1.
Perlindungan dan
Pelestarian Lingkungan Laut dalam UNCLOS
Pada tanggal 11 Desember
1982 UNCLOS 1982, menetapkan asas-asas dasar untuk
penataan kelautan. Tidak dapat disangkal lagi bahwa UNCLOS 1982 ini merupakan
suatu perjanjian internasional sebagai hasil dari negosiasi antar lebih dari seratus
negara, yang mengatur materi yang begitu luas dan kompleks. Secara rinci UNCLOS
1982 menetapkan hak dan kewajiban, kedaulatan, hak-hak berdaulat dan
yurisdiksi negara-negara dalam pemanfaatan dan pengelolaan laut.
Secara keseluruhan UNCLOS
1982 ini merupakan suatu kerangka pengaturan yang sangat komprehensif dan
meliputi hampir semua kegiatan di laut, sehingga dianggap sebagai “a
constitution for the oceans” termasuk didalamnya perlindungan lingkungan laut.
UNCLOS 1982 juga menganjurkan kerja sama serupa di bidang perlindungan
lingkungan laut dan riset ilmiah kelautan.
UNCLOS 1982 dibagi ke
dalam tujuhbelas Bab, dan empatbelas daripadanya mengatur tentang berbagai hal,
antara lain tentang pengertian atau istilah dan ruang lingkup berlakunya.
Bab-bab selanjutnya berisi ketentuan-ketentuan tentang laut teritorial dan zona
tambahan; selat yang digunakan untuk pelayaran internasional; negara kepulauan;
zona ekonomi eksklusif; landas kontinen; laut lepas; pulau; laut tertutup dan
setengah tertutup; hak negara tak berpantai untuk akses ke dan dari laut serta
kebebasan transit; daerah dasar lut samudera dalam (Kawasan); perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut; riset ilmiah kelautan; dan pengembangan dan alih
teknologi kelautan. Tiga Bab terakhir berisi ketentuan tentang Penyelesaian
Sengketa (Bab XV), Ketentuan Umum (Bab XVI) dan Ketentuan Penutup.
UNCLOS 1982 serta
Resolusi-Resolusi yang menyertainya merupakan suatu dokumen hukum yang sangat
luas, dan bagi mereka yang tidak familiar atau kurang mengikutinya sangat
kompleks dan membingungkan. Hal ini terbukti dari banyaknya para ahli, bahkan
ahli hukum, yang mencoba menginterpretasikan ketentuan-ketentuan konvensi
dengan cara selain “pick and choose” juga tanpa memperhatikan sejarah dan
tujuan pembentukannya.
Perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut terdapat dalam Bab XII UNCLOS, dimana terdapat 11
bagian dari ayat 193-237.
Pasal 192 berbunyi bahwa,
yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting dalam
pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa
setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya
sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Konvensi Hukum Laut 1982
meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna mencegah (prevent),
mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan laut
dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah
berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources),
dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai
upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan tersebut
setiap Negara harus melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global
sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982.
Dalam melaksanakan
kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut tersebut, setiap
Negara diharuskan melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global.
Keharusan untuk melakukan kerja sama regional dan global (global and regional
co-operation) diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982. Pasal 197
Konvensi berbunyi : “Negara-negara harus bekerja sama secara global dan
regional secara langsung atau melalui organisasi internasional dalam merumuskan
dan menjelaskan ketentuan dan standard internasional serta prosedur dan praktik
yang disarankan sesuai dengan Konvensi bagi perlindingan dan pelestarian
lingkungan laut dengan memperhatikan keadaan regional tersebut”.
Kerja sama regional dan
global tersebut dapat berupa kerja sama dalam pemberitahuan adanya pencemaran
laut, penanggulangan bersama bahaya atas terjadinya pencemaran laut,
pembentukan penanggulangan darurat (contingency plans against pollution),
kajian, riset, pertukaran informasi dan data serta membuat kriteria ilmiah
(scientific criteria) untuk mengatur prosedur dan praktik bagi pencegahan,
pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan laut sebagaimana ditegaskan
oleh Pasal 198-201 Konvensi Hukum Laut 1982. Di samping itu, Pasal 207-212
Konvensi Hukum Laut 1982 mewajibkan setiap Negara untuk membuat peraturan
perundang-undangan yang mengatur pencegahan dan pengendalian pencemaran laut
dari berbagai sumber pencemaran, seperti sumber pencemaran dari darat
(land-based sources), pencemaran dari kegiatan dasar laut dalam jurisdiksi
nasionalnya (pollution from sea-bed activities to national jurisdiction),
pencemaran dari kegiatan di Kawasan (pollution from activities in the Area),
pencemaran dari dumping (pollution by dumping), pencemaran dari kapal
(pollution from vessels), dan pencemaran dari udara (pollution from or through
the atmosphere).
Selain Konvensi Hukum
Laut, ada pula konvensi-konvensi lain
yang membahas tentang perlindungan lingkungan laut dari pencemaran-pencemaran
diantaranya, Konvensi Internasional mengenai
Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran Minyak di Laut (International
Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC 1969 merupakan
konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak karena
kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut
di laut territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi
pencemaran lingkungan laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung
jawab mutlak.
London Dumping Convention
merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah terjadinya Pembuangan (dumping),
yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang berbahaya baik itu dari kapal laut,
pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara konvensi berkewajiban untuk
memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan pencemaran
laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan
mengganggu kenyamanan lintasan di laut.
OPRC atau The
International Covention on Oil Pollution Preparedness Response And Cooperation
1990 adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran
laut dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari
pengertian yang ada, maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat
memberikan bantuan ataupun pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut,
pertolongan tersebut dengan cara penyediaan peralatan bantuan agar upaya
pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi dengan segera.
Marpol 73/78 adalah
konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973 sebagaimana
diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk
meminimalkan pencemaran laut, dan melestarikan lingkungan laut melalui
penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan
meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.
2.2.
Perlindungan dan
Pelestarian Lingkungan Laut dalam Perundang-Undangan RI
Sebelum lahirnya UNCLOS
1982 kewenangan pengaturan pelbagai kegiatan kelautan di Indonesia telah
dibagi-bagi berdasarkan undang-undang melalui berbagai institusi sektoral.
Kondisi tersebut sangat menyulitkan dalam pelaksanaannya karena hampir semua
sektor lebih memperhatikan kepentingan sektornya. Upaya-upaya untuk melahirkan
peraturan perundang-undangan yang bersifat integral komprehensif hampir selalu
mengundang ketidakpuasan sektor-sektor terkait. Sebagai contoh adalah
Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air, dan Undang-undang No.
27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Hukum laut di indonesia
pada praktiknya telah dilakukan sejak kolonialisme Belanda, diantaranya:
a) UU
Kolonial Belanda : Staatblad tahun 1939 No. 442 mengenai ’Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie’ (Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim).
b) Deklarasi
Djuanda 13 Desember 1957.
c) Konvensi
Hukum Laut PBB ke 3 1982 (United Nations Convention on the Law of the
Sea/UNCLOS ’82).
d) UU
No 5 Tahun 1983 : ZEE Indonesia.
e) UU
No 17 Tahun 1985 : Ratifikasi UNCLOS 3 1982
f) UU
No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
g) UU
No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
h) UU
No 21 Tahun 2009 tentang Persetujuan pelaksanaan ketentuan-ketentuan UNCLOS 3
(1982) tentang konservasi dan Pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas
Dan sediaan ikan yang beruaya jauh
Sedanghkan, upaya perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut terdapat dalam Undang Undang no 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang
tersebut terdapat pasal 63 ayat 1l yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai perlindungan lingkungan laut. Serta dalam ketentuan umum no 2 bahwa
Kekayaan itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan
laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.
UU Nomor 6 Tahun 1996
menggariskan Prinsip tentang Perlindungan Lingkungan laut dengan menyebutkan
bahwa Pemanfaatan Pengelolaan, Perlindungan Dan Pelestarian Lingkungan
perairan Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan perundang- undangan nasional
dan hukum internasional. Demikian
juga tentang masalah administrasi Dan yurisdiksi Perlindungan, Dan pelestarian
Lingkungan perairan Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang republik
indonesia nomor 43 tahun 2008 tentang wilayah negara, Bab x ketentuan lain-lain
Pasal 22 disebutkan bahwa Negara Indonesia berhak melakukan pengelolaan dan
pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut di laut bebas serta dasar laut
internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional. Dijelaskan bahwa, pemanfaatan di
laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan alam, perlindungan
lingkungan laut dan keselamatan navigasi.
Masih
banyak bidang-bidang kerja sama internasional lainnya yang diwajibkan oleh
UNCLOS 1982 yang belum dilaksanakan oleh Indonesia, seperti misalnya di bidang
pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati secara umum, khususnya untuk
jenis-jenis straddling atau shared stocks, dan jenis-jenis ikan yang bermigrasi
jauh. Untuk ini keikutsertaan dalam organisasi perikanan regional akan sangat
bermanfaat bagi Indonesia. Dewasa ini Indonesia sudah menjadi anggota dari tiga
organisasi pengelolaan perikanan regional, yaitu Commission for the
Conservation of Southern Blue-fin Tuna (CCSBT), Indian Ocean Rtuna
Commission(IOTC) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC).
3.
Objek
dan Metode Penelitian
3.1.
Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan, yaitu dengan
cara membaca dan mempelajari buku-buku, artikel-artikel, jurnal-jurnal serta
Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang
diteliti yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai permasalahan
yang diteliti.
3.2
Metode
Analisis
Metode
analisis yang digunakan untuk penelitian hukum normatif ini adalah dengan
menggunakan metode analisis kualitatif. Proses penalaran yang digunakan dalam
menarik kesimpulan adalah dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu
cara berfikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum yaitu berupa
Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi yang digunakan kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus.
4.
Hasil dan Pembahasan
Laut
memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Pentingnya laut bagi kehidupan
manusia sudah dirasakan sejak dahulu kala. Kegiatan perikanan dan pelayaran
sudah dikenal sejak masa perpindahan nenek moyang manusia untuk menyebar ke
seluruh belahan dunia.
Kegiatan
perikanan yang masa lalu dilakukan secara tradisional sekarang dilaksanakan
secara professional dengan mempergunakan peralatan canggih. Dalam kegiatan ini,
usaha perikanan juga dapat dilakukan dengan menggunakan perusahaan-perusahaan
asing untuk turut serta melakukan kegiatan perikanan di Negara-negara pantai
bersangkutan.
Indonesia merupakan Negara yang berbentuk
kepulauan dan memiliki wilayah lautan yang luas. Sebelum deklarasi Djuanda,
wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939,
yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).
Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di
sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan
bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda merupakan deklarasi yang
menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di
antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia
menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat
itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut
antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas.
Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang
Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali
lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya
yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara
internasional.
Deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat
diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United
Nations Convention On The Law of The Sea atau UNCLOS 1982). Selanjutnya
delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Negara peserta Konvensi Hukum Laut 1982 atau UNCLOS
mempunyai kewajiban untuk menaati semua ketentuan Konvensi tersebut berkenaan
dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, yaitu antara lain sebagai
berikut :
a.
Kewajiban membuat peraturan
perundang-undangan tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut yang
mengatur secara komprehensif termasuk penanggulangan pencemaran lingkungan laut
dari berbagai sumber pencemaran, seperti pencemaran dari darat, kapal, dumping,
dan lainnya. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut termasuk penegakan
hukumnya, yaitu proses pengadilannya
b.
Kewajiban melakukan upaya-upaya
mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut,
c.
Kewajiban melakukan kerja sama regional
dan global, kalau kerja sama regional berarti kerja sama ditingkat
negara-negara anggota ASEAN, dan kerja sama global berarti dengan negara lain
yang melibatkan negara-negara di luar ASEAN karena sekarang persoalan
pencemaran lingkungan laut adalah persoalan global, sehingga penanganannya harus
global juga.
d.
Negara harus mempunyai peraturan dan
peralatan sebagai bagian dari contingency plan
e.
Peraturan perundang-undangan tersebut
disertai dengan proses mekanisme pertanggungjawaban dan kewajiban ganti ruginya
bagi pihak yang dirugikan akibat terjadinya pencemaran laut.
Luasnya lautan di Indonesia menjadi anugrah bagi
bangsa Indonesia, karena banyak kekayaan alam yang terkandung di laut
Indonesia. Sehingga manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan laut
demi menambah pundi-pundi keuntungan tanpa memperdulikan sebab-akibat yang akan
terjadi pada ekosistem laut mendatang.
Gejala pencemaran lingkungan laut (the pollution of marine
environment) [11] kian hari menarik perhatian berbagai pihak, baik diwujudkan
dalam bentuk kerjasama Negara-negara yang berada dikawasan tertentu maupun
penelitian yang dilakukan oleh Negara itu sendiri. Sejalan dengan hal tersebut M. Daud Silalahi
mengatakan pencemaran dapat diartikan sebagai bentuk environmental impairment, adanya gangguan, perubahan, atau
perusakan. Bahkan, adanya benda asing di dalamnya yang menyebabkan unsur
lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (reasonable function)
sedangkan Dalam konvensi hukum laut 1982 disebutkan bahwa :
Pencemaran lingkungan laut berarti dimasukkannya oleh manusia
secara langsung atau tidak langsung bahan atau energi ke dalam lingkungan laut
termasuk kuala yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian
rupa seperti kerusakan pada kekayaan hati dan kehidupan di laut, bahaya bagi
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan
dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan
mengurangi kenyamanan
Seperti saat ini, industri minyak dunia telah
berkembang pesat, sehingga kecelakaan kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya
minyak di lautan hampir tidak bisa dielakkan. Kapal tanker mengangkut
minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun.
Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak
mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke
pantai.
Pada saat ini zat pencemar yang berbahaya dan sering
mencemari lingkungan laut adalah minyak. Setiap tahunnya 3 sampai 4 juta ton
minyak mencemari lingkungan laut. Pada tahun 2009 misalnya terjadi pencemaran
Laut Timur Indonesia oleh perusahaan Montana Australia, yang menurut Balai
Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Hasil survey mereka pada tanggal 4
November 2009, luas terdampak pencemaran mencapai 16.420 kilometer persegi.
Zat pencemar dalam hal ini minyak yang masuk pada ekosistem
laut tidak hanya dapat secara langsung merusak lingkungan laut, namun lebih
jauh dapat pula berbahaya bagi suplay makanan dan habitat lingkungan laut yang
merupakan sumber kekayaan alam bagi suatu Negara khususnya bagi kawasan Asia
Tengggara yang penduduknya banyak bergantung pada hasil perikanan.
Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap
hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung
berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air.
Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya.
Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu,
mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran
akan segera menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai
yang terkena ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu
1 atau 2 tahun.
Contoh kasus lainnya adalah tumpahnya minyak
yang terjadi di Selat Malaka menyebabkan
pencemaran laut disekitar laut wilayah Singapura, Malaysia dan Indonesia.
Tumpahnya minyak di Selat Malaka merupakan pencemaran laut yang bersifat lintas
batas Negara. Indonesia, Malaysia dan Singapura melakukan “pengelolaan bersama”
Selat Malaka ini yaitu keselamatan navigasi (navigation safety), perlindungan
lingkungan (environmental protection), dan keamanan (secutity). Ketiga Negara
menyepakati pengelolaan bersama dalam hal keselamatan navigasi dan lingkungan.
Kerjasama dalam keselamatan navigasi dan
perlindungan lingkungan merupakan mandate Pasal 43 UNCLOS dimana negara pemakai
dan negara yang berbatasan dengan
selat
hendaknya bekerjasama melalui persetujuan untuk (a) pengadaan dan pemeliharaan
di Selat sarana bantu navigasi dan keselamatan yang diperlukan atau
pengembangan sarana bantu pelayaran internasional; dan (b) untuk pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kapal. Bahkan kerjasama tersebut
menghendaki partisipasi setiap stakeholders pemakai selat, baik negara pemakai selat
maupun perusahaan pemakai selat. Meskipun demikian, hendaknya bantuan tersebut
tanpa terlibat untuk mengatur,
menginternasionalisasi maupun tidak melanggar kedaulatan Negara pantai.
Penanggulangan terhadap pencemaran lingkungan laut merupakan hal yang tidak mudah seperti
membalikan telapak tangan. Dibutuhkan kordinasi dari semua Negara-negara seperti
yang disebutkan dalam UNCLOS 1982 sebagai berikut :
Negara-negara harus bekerjasama atas dasar global dan dimana
perlu, atas dasar regional secara langsung atau melalui organisasi-organisasi
internasional yang kompoten, dalam merumuskan dan mejelaskan
ketentuan-ketentuan, standar-standar dan praktek-praktek yang disarankan secara
internasional serta prosedur-prosedur yang konsisten dengan konvensi ini untuk
tujuan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, dengan memperhatikan
ciri-ciri regional yang khas
Perlindungan lingkungan laut dalam kerangka hukum
internasional sebenarnya merupakan akumulasi dari The Principle of National
Sovereignity and The Freedom of High Sea. International Maritime Organization
(IMO) menyatakan bahwa “a right on the part of a astate threatened with the
environmental injury from sources beyond its territorial jurisdiction, at least
where those sources are located on the high seas, to take reasonable action to
prevent or abate that injury”.
Instrument hukum utama dalam perlindungan
lingkungan laut merupakan United Nations Convention on The Law of Sea (UNCLOS)
1982. UNCLOS 1982 menyebutkan pengertian pencemaran, yaitu: “introduction by
man, directly or indirectly, of substance or energy into the marine environment
including estuaries, which result in such deleterious effects as harm to living
resources and marine life, hazards to human health, hindrance to marine
activities, including fishing and other legitimate uses of sea, impairment of
quality for use of sea water and reduction of amnenities” Pengertian dalam
UNCLOS 1982 ini telah mengkombinasikan batasan pencemaran laut secara lebih
luas serta menyebutkan sumber pencemaran baik dari land based activities
(aktivitas darat), seabed activities (aktivitas leapas pantai), activities in
the area (aktivitas di dasar samudra), dumping (pembuangan limbah), vessels (kapal),
maupun dari udara (atmosfer).
UNCLOS 1982 mengatur perlindungan lingkungan laut
dan pelestarian lingkungan laut dalam Bab XII yang terdiri dari Pasal 192 –
Pasal 237. Pasal 193 terdapat ketentuan umum bahwa Negara- negara mempunyai hak
kedaulatan untuk mengeksploitasi kekayaan alam yang serasi dengan kebijakan
lingkungan serta sesuai dengan kewajiban setiap negara untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut.
Dalam BAB XII Pasal 197 mengatur tentang
tindakan-tindakan pencegahan pencegahan, pengurangan dan pengendalian
pencemaran lingkungan laut, termasuk kerjasama global dan regional dalam
merumuskan dan menjelaskan ketentuan-ketentuan, standard-standard dan
praktek-praktek yang disarankan serta prosedur untuk perlindungan dan pedalfat
global estarian lingkungan laut dengan memperhatikan ciri-ciri regional yang
khas.
ü Secara
khusus perlindungan lingkungan laut dari pencemaran minyak telah diatur dalam
konvensi-konveni IMO (International Maritime Organization). Konvensi-konvensi
tersebut antara lain: International Convention for Prevention of Pollution of
Sea by Oil (OILPOL) 1954 Konvensi ini mengalami perubahan beberapa kali, hingga
yang terakhir direvisi pada tahun 1971. Konvensi ini mengatur tentang
pengawasan terhadap buangan limbah air berminyak dari kapal biasa dan tanker
pengangkut minyak, air ballast, terminal pembuatan minyak dan catatan muatan
minyak.
ü International
Convention Relating to Intervention on the High Seas in cases of Oil Pollution
Casualties 1969 Konvensi ini memberi kewenangan kepada negara-negara pihak
untuk melakukan tindakan terhadap kapal-kapal negara lain yang terlibat suatu
kecelakaan atau mengalami kerusakan di laut lepas apabila diperkirakan
mengakibatkan pencemaran.
ü Convention
on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter
(LDC) 1972 Perjanjian ini bersifat global, melarang pembuangan (dumping) bahan
berbahaya tertentu dan mensyaratkan izin khusus untuk limbah-limbah tertentu.
ü International
Convention for The Prevention of Pollution from Ship 1973 (MARPOL) Konvensi ini
diperbarui tahun 1997, berisi ketentuan mengenai teknis pencemaran dari kapal
(kecuali dumping), berlaku untuk semua jenis kapal.
ü International
Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation (OPRC)
1990Konvensi ini bertujuan mengatur kerangka.kerjasama global dalam menangani
kecelakaan atau ancaman pencemaran terhadap lingkungan laut. Selain mengatur
tentang aspek pencegahan, pengurangan dan penanganan teknis terhadap
pencemaran, IMO juga membuat konvensi-konvensi mengenai pertanggungjawaban dan
skema ganti rugi pencemaran yang berasal dari minyak.
ü Convention
on the Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC) 1969, diperbaruhi 1976
dan 1992.
ü Pencemar
(pemilik kapal) dikenai strict liability (pertanggungjawaban mutlak) dan
compulsory liability insurance (asuransi wajib) oleh konvensi ini.
ü Convention
on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil
Pollution Damage (FUND) 1971 diperbarui 1976, 1992, 2003. Konvensi ini
menetapkan pengaturan ganti rugi bagi para korban apabila ganti rugi menurut
CLC tidak memadai.
5.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Telah banyak kajian
maupun konvensi tentang pelestarian dan pengelolaan lingkungan laut. Perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut dilindungi hukum internasional laut yang
terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Konvensi Hukum Laut membuat bab khusus
mengenai Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Laut dalam Bab XII. Selain
Konvensi Hukum Laut, terdapat konvensi-konvensi lain yang membahas permasalahan
lingkungan laut yang lebih spesifik.
Konvensi-konvensi
lain juga digalakan untuk membahas permasalahan yang lebih spesifik misalnya
tentang pencemaran dari minyak, dari kapal juga pembuangan limbah.
Secara
garis besar, dengan adanya konvensi-konvensi tersebut, membuktikan bahwa
manusia sudah sangat peduli terhadap lingkungan laut. Upaya-upaya meminimalisir
kerusakan lingkungan laut pun telah dicanangkan dan dilaksanakan. Akan tetapi,
tetap saja masih ada oknum yang sengaja ataupun tidak melakukan kerusakan
terhadap lingkungan laut.
Dengan diratifikasinya
Konvensi Hukum Laut 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985, harus menyesuaikan
pengaturan mengenai Negara Kepulauan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut
1982, yang memuat perkembangan-perkembangan dalam pengaturannya.
Hukum laut yang
di jalankan di Indonesia juga sudah cukup lama dijalankan. Namun, untuk masalah
pengelolaan dan pelestarian lingkungan laut masih belum ada undang-undang
khusus yang mengaturnya. Aturan yang berlaku hanya terdapat dan disamaratakan
dengan undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam UU No
32 Tahun 2009.
5.2 Rekomendasi
a. Hendaknya pemantauan dan pelaksanaan dari
konvensi-konvensi tersebut ditingkatkan.
b. Selain dengan konvensi-konvesi dan penerapan hukum
Internasional di negara-negara, perlu juga diadakan sosialisasi terhadap
masyarakat agar aturan-aturan tersebut lebih dipahami oleh semua lapisan.
c. Negara yang sudah menyusun kebijakan domestik untuk
menghadapi berbagai tantangan yang saling terkait lingkungan laut, seperti
pencemaran laut segera menetapkan aturan-aturan yang telah disusun tersebut.
d. Memperbaiki koordinasi agar kebijakan hukum internasional
dapat juga diterapkan di negara negara terkait.
e. membuat instansi khusus untuk memantau secara sektoral
masalah kelautan misalnya dalam hal konservasi kenanekaragaman hayati,
perikanan, dan pencemaran baik di tingkat nasional, regional dan internasional.
Daftar pustaka
Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Siahaan,
N. H. T. 2004. Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan. Jakarta. Erlangga.
Penguatan
Hukum Internasional Kelautan 1 Prof. Dr. Etty R. Agoes, S.H., Ll.M.2.
Universitas Padjadjaran Bandung, 1 Maret 2015
Hak
Lintas Damai (“Right Of Innocent Passage”) Dalam Pengaturan Hukum Laut
Internasional Rosmi Hasibuan, Sh.Mh Fakultas Hukum Jurusan Hukum Internasional
Universitas Sumatera Utara 2002
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional, diakses pada tanggal
09 Maret 2016.
Hasjim Djalal, Persoalan Selat Malaka-Singapura.
Makalah disampaikan pada Seminar mengenai Selat Malaka oleh Deputi Mensesneg
Bidang Dukungan Kebijakan pada tanggal 13 Januari 2006
Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Bunga Rampai Hukum Laut,
Cetakan Pertama, Jakarta, hlm. 171
ST.
Munadjat Danusaputro, Hukum Pencemaran Dan Usaha Merintis Pola Pembangunan
Hukum Pencemaran Nusantara, Litera, Bandung, 1978, hlm 78
M.
Daud Silalahi,Op.Cit, hlm 154
Pasal 1 angka (4) Konvensi
Hukum Laut 198
Caesars Palace - Las Vegas - MapYRO
ReplyDeleteGet directions, reviews and information for Caesars 안성 출장샵 Palace 부산광역 출장마사지 in Las Vegas, 김천 출장샵 NV. 군포 출장마사지 Caesars 김포 출장안마 Palace Hotel & Casino - Rooms, Photos, Rooms, Amenities,